Mahzab Utang untuk Pembangunan Perlu Dikritisi

Jumat , 31 Jul 2015, 11:31 WIB
Utang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Utang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta bergerak lebih cepat untuk memaksimalkan potensi belanja APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketua Komisi 6 DPR RI Hafisz Tohir mengatakan pemerintah harus bergerak cepat dengan memaxsimalkan seluruh potensi belanja APBN untuk mempercepat proses program pembangunan infrastruktur yang telah di ground breaking.

Misalnya, pembangunan jalan  tol, pelabuhan, rel kereta ganda dan bandara baru serta melibatkan penuh BUMN dan mengajak  pelaku usaha swasta dalam negeri untuk terlibat dalam investasi pendanaan maupun proses pengerjaannya. Selain itu, dia menyarankan agar presiden memilih figur yang kuat untuk mengelola perekonomian nasional.

Menurut dia, Indonesia memerlukan petarung dan dipercaya pasar sehingga diharapkan timbul  trust terhadap ekonomi Indonesia. Tidak seperti saat ini  yang sedikit sedikit ngutang keluar negeri. Hal ini membuat  Rupiah akan semakin tertekan. Dia mengatakan mazhab bahwa hutang luar negeri sebagai jalan  untuk memacu pertumbuhan ekonomi baru yang di imani dan dianut oleh  pemerintah perlu di dikritisi.

Pada kuartal pertama ekonomi Indonesia tumbuh 4,7 persen. Angka ini merupakan pertumbuhan ekonomi paling lambat jika dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya sejak 2009. Turunnya jumlah investasi yang masuk baik dari penanaman modal dalam negeri maupun  luar negeri, serta melemahnya daya beli masyarakat terutama di sektor konsumsi mengakibatkan turunnya pertumbuhan PDB Indonesia.

Lambatnya  pertumbuhan ekonomi  berimbas pada turunnya ketersediaan lapangan kerja baru untuk usia produktif  dan tingkat pengangguran pun meningkat karena  banyak pekerja yang dirumahkan akibat pengurangan produksi perusahaan.

Selama delapan bulan pertama berkuasa, pemerintah telah meminjam dana dari World Bank senilai 12 miliar dolar atau setara Rp 143 triliun dan dari Cina Rp 650 triliun, pemerintah juga meminta pinjaman  IDB sebesar Rp 66 triliun. Terakhir Pemerintah menjual Surat Utang Negara (SUN) dalam valuta asing berdenominasi euro seri RIEURO725 senilai 1,25 miliar euro dengan tenor 10 tahun pada Kamis, (23/7).