DPR Pastikan Aturan JHT 10 Tahun Direvisi

Sabtu , 04 Jul 2015, 15:12 WIB
BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak pengelola Jaminan Hari Tua.
Foto: Antara
BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak pengelola Jaminan Hari Tua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini memastikan, kebijakan soal pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) setelah 10 tahun akan direvisi. Hal tersebut setelah banyaknya penolakan dari kalangan pekerja sebab merugikan.

"Sudah sepakat akan direvisi, kita meminta pertemuan dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Direktur Utama BPJS untuk membahas lebih detail pada Senin besok," kata anggota Fraksi Partai Nasdem tersebut saat dihubungi pada Sabtu (4/7).

Revisi tersebut dilakukan pemerintah merespons penolakan yang marak disuarakan. Diceritakannya, Presiden Jokowi telah meminta aturan ditinjau dengan memanggil Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dan Menko perekonomian Sofyan Djalil.

Revisi, kata dia, mutlak dilakukan segera dengan mengarah pada aturan baru yang tidak memberatkan pekerja. Jangan juga mengurangi benefit yang sudah ada. "Karena tidak melulu pekerja harus bekerja puluhan tahun, ketika sebelum sepuluh tahun dia resign untuk berwirausaha, berarti dia rugi kalau pakai aturan itu," tuturnya.

Sebelumnya, BPJS Ketenagakerjaan menggulirkan aturan baru yakni bagi pekerja yang sudah bekerja lima tahun belum bisa mencairkan JHT-nya karena syarat pencairan diubah menjadi sepuluh tahun. Hal tersebut sesuai UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 37 Ayat 1-5.

Hal tersebut ditegaskan dalam kutipan di situs resmi BPJS, terkait Peraturan Pemerintah (PP) yang keluar pada Juli 2015. Di samping itu, untuk persiapan hari tua, saldo yang dapat diambil hanya sepuluh persen dan untuk pembiayaan perumahan saldo yang dapat diambil hanya 30 persen.