Selasa 17 Oct 2017 21:06 WIB

Mafia Kacaukan Tata Kelola Pertanahan Indonesia

Kunjungan kerja Komite I DPD ke Sulawesi Utara dalam rangka pembahasan mengenai reforma agraria.
Foto: Dpd
Kunjungan kerja Komite I DPD ke Sulawesi Utara dalam rangka pembahasan mengenai reforma agraria.

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Keberadaan mafia tanah dianggap telah mengacaukan tata kelola pertanahan di Indonesia. Selain memunculkan penghambat pelaksanaan reforma agraria, keberadaan mafia tanah juga dinilai merugikan masyarakat luas. 

Menurut Wakil Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani, tata kelola pertanahan di Indonesia saat ini berhadapan dengan tiga kekuatan besar yang bersekongkol dalam sebuah kelompok yang disebut mafia tanah. Menurutnya tiga kekuatan besar tersebut dapat berasal dari pengusaha, oknum pemerintah yang korup, dan juga oknum penegak hukum yang menyelewengkan kewenangannya.

“Tiga kekuatan ini sempurna satu sama lain saling mengikat diri. Dan jika rakyat berhadapan dengan tiga kekuatan lain ini, rakyat tidak memiliki kekuatan apapun,” ujarnya usai pertemuan dengan stakeholder di Sulawesi Utara terkait Reforma Agraria hari Selasa (17/10).

Senator dari Sulawesi Utara ini meminta agar setiap institusi negara, setiap para pejabat negara pemangku kepentingan dalam tugas-tugas tata kelola pertanahan berpihak pada kepentingan rakyat dan tunduk pada konstitusi Undang-Undang dan tidak berpihak pada mafia tanah.

“Bahwa setiap daerah maupun negara harus welcome terhadap segala bentuk investasi iya, tetapi tidak boleh masuknya investasi kelompok pemilik modal menyingkirkan rakyat. Rakyat atas nama kepentingan umum yang dijamin dalam Undang-Undang pokok agraria tetap harus menjadi prioritas,” kata dia.

Menurut Senator dari Sulawesi Barat, Muh. Asri Anas, keberadaan mafia tanah merusak sistem tata kelola pertanahan. Bahkan mafia tanah telah menguasai banyak lahan milik masyarakat. Dia mendorong DPD RI bersama instansi lain untuk segera mengatasi keberadaan mafia tanah. Menurutnya tanah dan lahan harus dikembalikan oleh rakyat, tidak hanya dikuasai oleh pemilik modal ataupun korporasi besar.

Sedangkan menurut Senator dari Sulawesi Tengah, Nurmawati Dewi Bantilan, berbagai permasalahan terkait pertanahan dikarenakan adanya kelemahan dalam undang-undang yang mengatur mengenai tata kelola pertanahan. Undang-undang tersebut dinilai multitafsir dan kurang berpihak pada masyarakat kecil. 

“RUU pertanahan yang belum tuntas perlu didorong lagi untuk menghasilkan payung hukum yang lebih mempunyai kekuatan hukum. Harus ada kesepakatan bersama untuk memperbaiki siatem hukum pertanahan di indonesia dengan mendorong RUU pertanahan yang belum tuntas,” ucapnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement