Senin 18 Apr 2022 05:10 WIB

Jalaluddin Al-Mahalli, Ahli Tafsir nan Bersahaja (1)

Jalaluddin Al-Mahalli, Ahli Tafsir nan Bersahaja (1)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ahli Tafsir Alquran Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ahli Tafsir Alquran Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Imam Jalaluddin Al-Mahalli adalah seorang mufasir (ahli tafsir) berkebangsaan Mesir. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim Al-Mahalli Al-Mishri.

Namun, ia lebih dikenal dengan julukan Jalaluddin Al-Mahalli yang berarti orang yang mempunyai keagungan dalam masalah agama.

Sedangkan, Al-Mahalli dinisbahkan pada kampung kelahirannya, Mahalla Al-Kubra, yang terletak di sebelah barat Kairo, tak jauh dari Sungai Nil.

Dalam buku bertajuk Guruku di Pesantren, disebutkan bahwa Al-Mahalli dilahirkan pada tahun 791 H atau bertepatan dengan tahun 1388 M dan wafat pada hari pertama tahun 864 H/1460 M. Bahkan, ada yang menyebutkan wafatnya tahun 1455 M.

 

Namun, beberapa sumber lain, seperti dalam Sejarah dan Keagungan Madzab Syafi’i, karya KH Siradjuddin Abbas, menyebutkan bahwa ia dilahirkan pada tahun 769 H dan meninggal tahun 835 H.

Ia adalah sosok yang selalu tampil sederhana, jauh dari gemerlap dunia meski ia juga seorang pedagang. Sejak kecil, Al-Mahalli sudah menunjukkan tanda-tanda kecerdasan. Berkat keuletannya dalam menutut ilmu, ia banyak menguasai berbagai disiplin ilmu.

Karena itu, selain dikenal sebagai ahli tafsir, Al-Mahalli juga dikenal fakih (ahli dalam bidang hukum Islam), ahli kalam (teologi), ahli usul fikih, ahli nahwu (gramatika), dan menguasai mantik (logika).

Dalam menelaah kitab-kitab Islami, Al-Mahalli belajar dan berguru kepada ulama yang masyhur pada masa itu. Di antaranya adalah Al-Badri Muhammad bin Al-Aqsari, Burhan Al-Baijuri, Ala’ Al-Bukhari, dan Al-Allamah Syamsuddin Al-Bisathi. Namun, tidak sedikit pula dari ilmu-ilmu yang dikuasainya itu dipelajari secara otodidak.

Karena penguasaannya terhadap berbagai disiplin ilmu, tak mengherankan jika Al-Mahalli dikenal banyak kalangan. Hingga suatu saat, ia disodori jabatan Al-Qadhi Al-Akbar (hakim agung). Namun, jabatan itu ditolaknya. Ia lebih suka menjadi mudarris fiqh (pengajar fikih).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement