Indonesia Desak Parlemen Asia Tolak Akui Yerusalem

Masalah Yerusalem adalah masalah bersama, tidak sekadar masalah Arab.

Ahad , 25 Mar 2018, 18:51 WIB
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.
Foto: Oded Balilty/AP
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR RI Rofi' Munawar mendesak parlemen Asia bersatu guna melawan kebijakan kontroversial Presiden AS Donald Trump terkait Yerusalem.  

Pernyataan yang diterima di Jakarta, Ahad (25/3) menyebutkan, desakan itu disampaikan Rofi' di sela-sela Sidang Umum Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-138 di Jenewa, Swiss, pada 24-28 Maret 2018. Dalam Sidang IPU kali ini ada empat usulan resolusi "emergency item" yang diajukan parlemen Palestina, Kuwait, Bahrain dan Turki terkait Yerusalem.

"Saya sampaikan empat proposal itu menjadi satu. Saya juga minta parlemen Asia memiliki satu sikap atas kebijakan kontroversial Trump itu," katanya.

Politikus yang juga anggota Komisi VII itu mengingatkan suatu strategi agar proposal resolusi Yerusalem dapat diapdopsi oleh IPU. Indonesia mengusulkan parlemen Asia merumuskan rancangan resolusi secara bersama-sama dan disepakati bersama. "Saya tekankan rancangan resolusi harus meyakinkan masalah Yerusalem adalah masalah bersama, tidak sekadar masalah Arab," katanya.

"Harapannya, kalau pun rancangan ini harus divoting, minimal suara Asia kompak dan akhirnya rancangan bisa diadopsi," kata Rofi'.

Dia menjelaskan proposal "emergency item" atau hal darurat IPU akan diadopsi melalui pemungutan suara secara terbuka pada Ahad (25/3).  Dia menjelaskan ada dampak yang signifikan dari kebijakan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pertama, kebijakan itu jelas melanggar sejumlah resolusi PBB, terutama yang berkaitan dengan status legal Yerusalem. Kedua, Yerusalem bukan hanya kota suci bagi umat Yahudi.

Ada banyak situs Islam dan Kristen di sana yang menunjukkan eksistensi kedua agama tersebut baik dari sisi ideologi dan sejarah. Ketiga, kebijakan Trump akan memicu konflik yang berkepanjangan dan berdampak luas.

"Itulah sebabnya kebijakan itu harus ditolak," ujar dia.

Rofi' juga menegaskan masalah Palestina adalah mandat konstitusi RI. "Indonesia sangat berkepentingan menolak kebijakan Trump karena ini adalah bagian dari amanat konstitusi," ujar dia.

Sumber : Antara