Ketua DPR: Pilkada Jangan Menurunkan Kualitas Demokrasi

Isu politik identitas dan politik uang kerap mewarnai Pilkada, Pileg dan Pilpres.

Rabu , 28 Feb 2018, 14:45 WIB
Ketua DPR Bambang Soesatyo saat Reses di Kabupaten Purbalingga.
Foto: DPR RI
Ketua DPR Bambang Soesatyo saat Reses di Kabupaten Purbalingga.

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Bambang Soesatyo mengingatkan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018, Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 diperkirakan akan diwarnai oleh isu politik identitas dan politik uang. Jika kedua isu ini tidak dikelola dengan baik maka akan menurunkan kualitas demokrasi.

"Ancaman demokrasi berupa rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa akan tinggi dalam tahun politik ini. Jelang Pilkada serentak, Pileg dan Pilpres, sudah mulai terlihat upaya untuk memecah persatuan bangsa serta merusak kerukunan antar umat beragama," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet ini saat Reses Ketua DPR di Kabupaten Purbalingga, Rabu (28/2), seperti dalam siaran persnya.

Bamsoet menguraikan, pola-pola penyerangan terhadap tokoh, pemuka agama serta rumah ibadah menjadi salah satu bukti upaya memecah persatuan dan merusak kerukunan antar umat beragama. "Pola-pola seperti ini pernah dilakukan beberapa tahun lalu. Modus yang dipake antara lain dengan menggunakan isu dukun santet dimana banyak korban yang jatuh," jelas Bamsoet.

Mantan Ketua Komisi III ini berkeinginan Pilkada, Pileg, dan Pilpres kali ini tidak hanya bersifat prosedural, tetapi juga memiliki makna substansial yang mencerminkan proses demokrasi berkualitas. Terlebih Pilkada serentak tahun ini akan lebih dinamis, karena melibatkan 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.

"Politik uang dan politik transaksional harus mulai kita hindari dan tinggalkan untuk mewujudkan demokrasi yang beradab dan berkualitas," ujar Bamsoet.

Bamsoet berharap, dalam konteks demokrasi yang berkualitas, masyarakat Indonesia dapat menyaksikan proses pemilu yang ideal dari para peserta pemilu, yakni dengan mengedepankan ide, program serta visi dan misi. Sehingga, masyarakat dapat mengambil pembelajaran politik yang positif untuk perkembangan demokrasi kedepannya.

Pelaksanaan Pilkada menurut Bamsoet, harus menjadi bukti nyata dari semua komponen bangsa, untuk mampu menumbuhkembangkan demokrasi yang berkualitas. Politikus Partai Golkar ini menilai beberapa daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada memiliki kerawanan terkait dengan penggunaan isu SARA.

"Pastinya, semua parpol akan all out mengkampanyekan pasangan calon yang diusungnya kepada masyarakat. Hal tersebut sangat berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat yang dapat menimbulkan ancaman keamanan," ujar Bamsoet.

Bamsoet menegaskan, DPR RI melalui pelaksanaan fungsi pengawasan akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye Pilkada, Pileg dan Pilpres. Langkah-langkah preventif dalam menghadapi potensi ancaman Pilkada serentak perlu disiapkan.

DPR menurutnya telah bekerja sama dengan lembaga pemerintah lain seperti KPU, Bawaslu, Polri, BIN, TNI, Pemprov, dan Pemda. Ini dilakukan agar pelaksaanan Pilkada, Pileg dan Pilpres dapat berlangsung dengan aman dan lancar.

Bamsoet menilai ada baiknya ke depan pemilihan kepala daerah, mulai dari bupati, walikota hingga gubernur tidak dilakukan secara langsung, tetapi dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sementara, untuk pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden tetap bisa dilakukan secara langsung.

"Kita ketahui politik uang dan transaksional di Pilkada Bupati, walikota dan Gubernur sangat tinggi. Kerusakan yang ditimbulkan juga telah mengkhawatirkan. Masyarakat terbiasa dibeli dengan uang. Ironisnya, di beberapa daerah yang saya kunjungi, ada warga yang berharap Pilkada bisa dilakukan setiap tahun hingga mereka bisa mendapatkan uang terus. Hal ini jelas merusak dan tidak bisa dibiarkan tetap berlanjut," pungkas Bamsoet.