Wakil Komisi IV: Impor Garam Harus Ada Izin Instansi Terkait

Impor hanya bisa dilakukan jika mendapat rekomendasi dari kementerian terkait.

Selasa , 23 Jan 2018, 08:39 WIB
Tumpukan garam impor tampak menggunung di sebuah gudang yang terletak di dekat exit tol  Kanci, Kabupaten Cirebon, Ahad (30/7).
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Tumpukan garam impor tampak menggunung di sebuah gudang yang terletak di dekat exit tol Kanci, Kabupaten Cirebon, Ahad (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Michael Wattimena menolak impor garam tanpa rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menurutnya hal itu sesuai dengan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Sehingga Komisi IV DPR RI menolak rencana pemerintah melakukan impor garam 3.7 juta ton.

"Padahal KKP hanya merekomendasikan untuk impor garam hanya sejumlah 2,2 juta ton. Itu karena garam yang ada di petani garam kita cukup, dan perbedaannya sangat jauh berbeda, ujar Wattimena, dalam keterangannya, Selasa (23/1).

 

Apalagi, kata Michael, dalam Undang-undang bahwa impor hanya bisa dilakukan jika mendapat rekomendasi dari kementerian teknis terkait. Maka Menteri Kordinator Bidang Perekonomian tidak mengindahkan aturan hukum tersebut. Kemudian berdasarkan hal itu, pihaknya menolak impor garam tersebut yang dilakukan Menko Perekonomian tanpa rekomndasi dari KKP.

 

"Impor garam itu karena data yang tidak match atau tidak sinkron antara data KKP dengan data Badan Pusat Statistik dan data di Kementerian Perindustrian. Saya berharap agar tidak ada lagi ketidaksesuaian data seperti itu," tuturnya.

 

Sebelumnya, Menteri Kordinator Bidang Perekonomian menyatakan akan mengimpor garam sebanyak 3.7 juta ton. Rencana impor itu dilakukan dengan alasan untuk menjaga stabilitas dunia industri yang memang membutuhkan bahan baku garam.