DPR: Data Penerima Bantuan Sosial Perlu Rutin Divalidasi

Selasa , 26 Dec 2017, 15:30 WIB
Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), M Ali Taher mengkritik pemberian bantuan sosial (bansos) oleh Dinas Sosial (Dinsos) untuk warga miskin di Nunukan, Kalimantan Utara yang dinilai tidak tepat sasaran karena adanya data yang tidak valid. Menurut Ali, data-data tersebut perlu divalidasi setidaknya setiap enam bulan sekali.

"Enam bulan itu waktu yang cukup untuk mengevaluasi sekaligus juga memonitor perkembangan setiap lalu lintas pergerakan data-data yang ada di daerah-daerah," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/12).

Menurutnya, kemalasan menjadi salah satu faktor tidak adanya kemauan untuk memvalidasi data dengan sungguh-sungguh. Ali mengungkapkan sejak awal menjabat sebagai ketua Komisi VIII DPR, dirinya selalu menekankan pentingnya data.

"Data itu menjadi penting, menjadi alat ukur untuk bisa intervensi program ke masyarakat itu sesuai dengan maksud dan tujuannya," jelasnya.

Data tersebut juga diperlukan untuk membuat validasi, agar nantinya jangan sampai yang berhak itu tidak dapat, yang tidak berhak justru dapat. Oleh karena itu, Ali menilai perlu adanya kerja sama antara pemerintah pusat yaitu Kementerian Sosial (Kemensos) melalui pusat data dan informasinya. Selain itu juga melalui pemerintah daerah termasuk Badan Pusat Statistik (BPS), untuk bisa menyajikan data yang valid.

"Data yang valid itu bisa dilakukan evaluasi secara berkala, dan evaluasi secara berkala ini harus bisa memberikan kepastian data angka-angka kemiskinan yang ada di daerah miskin di berbagai tempat," paparnya.

Terkait yang terjadi di Nunukan, Ali mengaku akan segera membahasnya di dalam rapat Komisi VIII DPR usai masa reses nanti. Oleh karena itu Komisi VIII menyatakan perlu ada masukan tertulis ke DPR agar bisa memonitor perkembangannya lewat rapat kerja, dan Rapat Dengar pendapat (RDP).

Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinsos Kabupaten Nunukan, Andi Akhmad mengatakan bahwa tak adanya data warga miskin yang valid kerap membuat bantuan dari daerah maupun pusat tidak tepat sasaran. Berdasarkan laporan petugas dari Kemensos sebanyak 50 persen warga miskin dalam data 2015 tidak berhak mendapatkan bantuan lagi karena telah memiliki penghasilan layak.