DPR Nilai Persiapan Pilkada Serentak 2018 Masih Bermasalah

Kamis , 23 Nov 2017, 15:02 WIB
Ketua Komisi II, Zainudin Amali menjawab pertanyaan wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/11).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua Komisi II, Zainudin Amali menjawab pertanyaan wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/11) pagi. Ketua Komisi II DPR RI, Zainudin Amali mengatakan RDP tersebut digelar untuk membahas persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan dilaksanakan pada 2018 mendatang.

"Kami melihat bahwa persoalan tentang KTP-el yang menjadi dasar untuk daftar pemilih itu masih ada masalah di beberapa daerah," ujarnya, Kamis (23/11).

Permasalahan yang ada tersebut, menurut Amali, perlu dimintai klarifikasi kepada Dirjen Dukcapil sejauh mana pemerintah pusat, Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) dan Dirjen Dukcapil segera bisa memenuhi kebutuhan daerah tentang blangko KTP-el maupun perekaman.

"Karena hampir rata di semua daerah menyatakan mereka masih mengalami kekurangan terhadap KTP-el tersebut," ungkapnya.

Selain itu, RDP tersebut juga akan membahas terkait pembiayaan dalam pelaksanaan Pilkada serentak melalui daerah, atau yang dikenal dengan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) juga masih ada beberapa yang perlu dijelaskan. Menurut Amali, DPR menemukan di beberapa daerah masih ada yang NPHD-nya belum jelas. Namun ia lupa daerah mana saja yang dimaksud.

"Ada bahkan secara drastis dikurangi, nah, ini kami khawatirkan akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pilkada serentak itu," ucapnya politikus Partai Golkar tersebut.

Amali menegaskan rapat dengar pendapat kali ini hanya fokus pada persiapan Pilkada serentak 2018, dan belum membahas terkait soal penambahan kolom penghayat kepercayaan di KTP.

"Sekarang ini kan kita baru mendapatkan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi), tentu posisi dewan dalam posisi yang pasif kita," ujarnya.