DPR akan Panggil Menteri BUMN dan Menkeu Bahas Holding BUMN

Selasa , 21 Nov 2017, 16:34 WIB
Kementerian BUMN bersama Direktur BUMN Tambang melakukan sosialisasi terkait progress pembentukan holding tambang, Rabu (22/3).
Foto: Republika/Intan Pratiwi
Kementerian BUMN bersama Direktur BUMN Tambang melakukan sosialisasi terkait progress pembentukan holding tambang, Rabu (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Martri Agoeng mengatakan DPR akan memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Keuangan untuk membahas tindak lanjut holding BUMN. Martri menilai, konsep holding yang saat ini sudah dilakukan oleh pemerintah perlu dikaji ulang terutama dalam hal landasan hukum dalam holding BUMN.

Martri menjelaskan, sebelum merealisasikan pelaksanaan holding BUMN sudah seharusnya pemerintah dan DPR lebih dulu berdiskusi untuk menyepakati landasan hukum dan aturan main di dalam pengawasan kinerja holding BUMN, berikut anak usahanya. Ia mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No. 44 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas yang menjadi payung hukum masih menjadi masalah.
 
"Yang menjadi masalah dalam PP 72/2016 itu terkait penghilangan fungsi dan tugas DPR dalam pengawasan BUMN. Sebab, kalau holding BUMN jadi maka perusahaan yang dulunya merupakan BUMN, nantinya akan menjadi anak usaha. Di sini DPR dan masyarakat tidak punya kewenangan pengawasan lagi," ujar Martri, Selasa (21/11).
 
Martri menjelaskan, fraksi di Komisi VI masih belum bisa menyepakati keputusan pemerintah dalam melaksanakan holding apabila pihak pemerintah masih meluputkan peran DPR dalam fungsi pengawasan. Martri bahkan mengatakan pihak DPR akan melakukan kajian untuk merevisi Undang-Undang (UU) BUMN.
 
"Holding itu sebenarnya sudah berjalan seperti di sektor semen, pupuk, dan PTPN. Tapi yang sangat bermasalah itu PP 72 tahun 2016. Kami meminta pemerintah merevisi aturan itu dulu sebelum holding, kalau perlu kita revisi saja UU BUMN yang memang sudah diagendakan," ujar Martri.
 
Seperti diketahui, sektor pertama yang menjadi target pemerintah dilakukan holding ialah BUMN pertambangan. Hal ini tercermin dari rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa, yang sedianya bakal menghapus status perseroan di PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk pada Senin (29/11). Adapun sektor kedua yang akan menyusul diterapkannya konsep holding BUMN meliputi minyak dan gas bumi, keuangan dan infrastruktur.