Pemerintah Diminta Antisipasi Kenaikan Harga Minyak Dunia

Kamis , 09 Nov 2017, 18:43 WIB
 Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Rofi Munawar
Foto: dok : Humas FPKS DPR RI
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Rofi Munawar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi Energi Rofi Munawar meminta Pemerintah melakukan mitigasi dan antisipasi kenaikan harga minyak dunia yang saat ini sudah mencapai 65 dolar Amerika Serikat per barel. Jika kenaikan ini terus terjadi dalam jangka panjang tentu saja akan mempengaruhi Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) 2018 yang telah mematok International Crude Price (ICP) di harga 48 dolar AS per barel.

"Di tengah tren penurunan produksi minyak nasional, tentu saja situasi ini dapat membebani anggaran negara dan konsumsi publik. Mengingat hampir setengah dari konsumsi minyak nasional diperoleh dari importasi" ujar Rofi Munawar dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (9/11).

 

Pemerintah dan DPR RI telah menetapkan postur APBN 2018 berdasarkan asumsi makro pertumbuhan ekonomi dipatok 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, suku bunga SPN tiga bulan 5,2 persen dan nilai tukar Rp 13.400 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 48 dolar AS per barel, lifting minyak 800 ribu barel per hari dan lifting gas 1.200 ribu barel setara minyak per hari.

 

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menduga bahwa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ini terjadi lebih banyak terkait faktor geopolitik dan kebijakan negara produsen minyak. Di antaranya imbas dari proses reformasi hukum yang terjadi di negara produsen utama minyak dunia Arab Saudi, juga penurunan rig yang beroperasi di Amerika Serikat dan kesepakatan negara-negara penghasil minyak (OPEC) untuk memotong produksi mereka. Tapi atas dasar itu pula, maka sudah sepantasnya Indonesia lebih cermat dalam menggunakan alokasi energi nasional.

 

"Di tengah upaya pemerintah menggenjot infrastruktur dan proyek padat modal, tentu saja perlu langkah-langkah dan perhitungan yang cermat dalam mengantisipasi kenaikan minyak dunia ini" jelasnya.

 

Rofi juga memaparkan, sebenarnya kenaikan minyak dunia sudah dipredksi, meski selama beberapa tahun terakhir kita masih merasakan harga minyak dunia yang rendah di bawah 50 dolar AS per barel. Namun demikian, disaat kondisi minyak rendah arah pengembangan energi alternatif kita juga belum optimal dikelola. Hingga pada akhirnya bisa sangat mungkin kenaikan minyak dunia kali ini akan berimbas langsung kepada masyarakat.

 

"Kita juga mengingatkan secara khusus kepada PT Pertamina sebagai operator yang menjalankan kebijakan BBM satu harga untuk menghitung secara seksama" pungkasnya.

 

Sebagaimana diketahui, dalam penutupan pekan lalu minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember, naik 0,24 dolar AS menjadi menetap di 54,54 dolar AS barel di New York Mercantile Exchange. Secara global, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Januari, naik 0,13 dolar AS menjadi ditutup pada 60,62 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.