Taufik Kurniawan Minta Rangkap Jabatan Menkeu Diselesaikan

Sabtu , 09 Sep 2017, 04:18 WIB
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.
Foto: dpr
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Taufik Kurniawan menganggap kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai pengganti Menteri BUMN Rini Soemarno dalam rapat di DPR adalah tindakan yang kurang sehat. Sri Mulyani menggantikan Rini selama satu tahun lebih karena rekomendasi Panitia Khusus Angket Pelindo II. 

Menurut Taufik, rekomendasi itu memerintahkan supaya Presiden Joko Widodo mengganti Rini dan menolak Rini untuk rapat di DPR. "Kalau Menkeu merangkap Menteri BUMN padahal Menteri BUMN ada, kita juga nggak sehat. Ya, terlepas dari rekomendasi Pansus Pelindo semua harus berjalan sesuai jalurnya," kata Taufik Kurniawan, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (8/9)

Oleh karenanya, Taufik akan meminta rapat konsultasi dengan pemerintah untuk perkara ini. Apalagi ada sejumlah Badan Usaha Milik Negara yang bermasalah meski sudah mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN).

Setelah mendapat penjelasan dari Komisi XI, Komisi VI, dan Badan Anggaran sudah menyampaikan pembahasan kaitan pertanggungjawaban Menteri Keuangan. Yaitu kaitan BUMN yang sudah disetujui mendapatkan PMN. "Sudah mendapatkan kucuran itu rugi. Itu hal yang perlu dievaluasi oleh DPR karena melibatkan puluhan triliun rupiah," kata Taufik.

Taufik menambahkan, masalah kerugian di BUMN ini juga dibahas di sela-sela rapat World Parliamentary Forum di Bali. Taufik heran, kenapa BUMN yang mendapatkan kucuran PMN malah merugi. Padahal hal itu kepentingan bangsa dan negara. 

"Mendingan untuk program prioritas Presiden. Ke mana BUMN yang mendapatkan prioritas PMN ? Kami lebih setuju untuk BUMN yang program kerjanya mengarah kepada dukungan program pembangunan infastruktur Pak Presiden," kata Politikus PAN ini.

Sebelumnya, sebanyak enam BUMN yang mengalami kerugian setelah menerima PMN. Perusahaan tersebut adalah PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara X (Persero), PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), PT Perkebunan Nusantara VII (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara III (Persero).