Distribusi Tertutup untuk Elpiji 3 Kg Mendesak

Jumat , 08 Sep 2017, 12:59 WIB
Pekerja mendistribusikan tabung gas tiga kilogram kepada pengecer di agen elpiji di kawasan Mampang Prapatan,Jakarta, Kamis (3/7).(Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja mendistribusikan tabung gas tiga kilogram kepada pengecer di agen elpiji di kawasan Mampang Prapatan,Jakarta, Kamis (3/7).(Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Pemerintah didesak untuk segera menerapkan distribusi tertutup untuk elpiji 3 kilo gram (kg). Bila langkah ini dilakukan, maka penyaluran elpiji 3 kg benar-benat tepat sasaran, di mana hanya rumah tangga miskin yang bisa memperoleh elpiji bersubsidi ini. 

Sejatinya wacana ini sudah mencuat sejak 2015 lalu namun hingga kini belum juga terealisasi. Padahal, alokasi subsidi elpiji dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) terus membengkak. Tahun 2018 saja, alokasi subsidi energi dipatok sebesar Rp 103,4 dalam RAPBN 2018. Angka ini melonjak dibanding APBN 2017 di mana alokasi subsidi energi sebesar Rp 77,3 triliun. 

Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mulyadi menilai, tren peningkatan alokasi subsidi energi tentu tidak sehat. Alasannya, bila subsidi benar-benar disalurkan kepada masyarakat miskin maka tak seharusnya permintaan atas elpiji 3 kg mengalami kenaikan. 

"Kalau tren subsidinya naik, berarti permintaan naik. Nah berarti jumlah rumah tangga miskin terus bertambah dong?" ujar Mulyadi, Jumat (8/9). 

Menurutnya, permasalahan "salah sasarannya" subsidi elpiji 3 kg memang belum ada solusi yang jitu. Namun, salah satu jalan terbaik adalah dengan menerapkan skema distribusi tertutup di mana masyarakat yang berhak atas elpiji 3 kg hanyalah yang tercatat melalui Kementerian Sosial sebagai rumah tangga miskin. Kondisi ini semakin mendesak setelah defisit anggaran dalam APBNP 2017 diproyeksikan meningkat dan nyaris menyentuh 3 persen. 

"Tapi disadari bahwa distribusi tertutup memang tak mudah. Prinsipnya kan by name by address. Yang nerima siapa saja jelas. Perlu kajian dengan sistem kartu dan sebagainya perlu kajian yang lebih mendalam," ujar Mulyadi. 

Meski kebijakan distribusi tertutup ditargetkan baru bisa berjalan pada 2018 mendatang, Mulyadi meminta pemerintah daerah untuk ikut mengawasi distribusi elpiji 3 kg di daerah masing-masing. Apalagi, saat ini ditengarai terdapat spekulan yang mengakali penjualan elpiji 3 kg sehingga memicu kelangkaan. Para spekulan ini menyelundupkan elpiji 3 kg dari daerah yang memiliki Harga Eceran Tertinggi (HET) lebih rendah ke daerah yang HET-nya lebih tinggi. Tujuannya, tentu agar penjualan elpiji 3 kg lebih menguntungkan. 

"Makanya ini tidak mudah," kata Mulyadi. 

Sementara itu, Direktur Hilir Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harya Adityawarman, mengungkapkan bahwa saat ini kebijakan distribusi tertutup untuk elpiji 3 kg masih menunggu kajian dari Kementerian Sosial. Nantinya, seluruh data yang berisikan rumah tangga penerima elpiji 3 kg akan menggunakan hasil kajian dari Kementerian Sosial. Data by name by address tersebut nantinya sejalan dengan data yang sudah ada sebelumnya untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan beras sejahtera (rastra).

"Karena nanti pembelian elpiji 3 kg pakai kartu juga. Nah lead-nya ada di Kemensos," ujar Harya. 

Data terakhir, jumlah penerima subsidi epliji 3 kg sebanyak 25,7 juta rumah tangga. Meski begitu, Harya menyebutkan bahwa Kemensos masih diminta untuk melakukan validasi dan verifikasi atas rumah tangga penerima. 

Vice President Domestic Gas Pertamina, Kusnendar, menyebutkan bahwa pihaknya berencana memperbanyak jumlah pangkalan di derah-daerah. Menurutnya, terkonsentrasinya pangkalan di kota-kota besar di Sumatra Barat justru mendorong pengecer untuk menyelundupkan elpiji 3 kg di daerah yang HET-nya lebih tinggi.

"Kalau eceran ini kan tidak diatur. Kami usaha di berbagai kota bagaimana menggalakkan jumlah pangkalan lebih menyebar. Saat ini pangkalan banyak di pusat kota," katanya.