'Perlindungan Saksi Bukan Kewenangan KPK'

Selasa , 29 Aug 2017, 16:04 WIB
Ketua Pansus Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa.
Foto: Dok Humas DPR RI
Ketua Pansus Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti adanya rumah aman yang digunakan KPK untuk menempatkan salah satu kasus suap mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar. Pansus menilai, perlindungan saksi merupakan lex specialis Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan bukan kewenangan KPK.

Hal tersebut mengacu pada Pasal 36 UU Nomor 12 Tahun 2016 bahwa dalam melaksanakan pembinaan, perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerja sama dengan lembaga yang berwenang. “Di situ kata-katanya dapat, bukan wajib sehingga perlindungan saksi dan korban adalah lex spesialis, bukan kewengan KPK,” ujar Ketua Pansus Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (29/8).

 

Terkait ruman aman (safe house), Agun mengatakan, bahwa rumah tersebut harus dirahasiakan. “Setuju kalau rumah aman di Depok dan Kelapa Gading dirahasiakan. Namun ruangannya harus ada CCTV, pintu keluar masuk 24 jam dan P3K-nya tidak ada dan pemadam kebakarannya juga tidak ada. Jadi syarat safe house tidak terpenuhi,” kata dia.

 

Apalagi karena itu lex spesialis, lanjut Agun, ada peraturan tentang kerja sama tentang perlindungan saksi dan pelapor sebagai rujukan UU tersebut, telah berakhir 2015, tidak segera diselesaikan. Bahkan setelah pimpinan baru KPK terbentuk, LPSK mengirim surat untuk membahas hal itu tidak dibalas-balas.

 

Sebelumnya, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, perlindungan saksi dan korban antara institusi ini dengan lembaga lain dilakukan di bawah koordinasi yang baik sehingga tidak berjalan sepihak. "Kalau institusi lain ingin melakukannya, dikoordinasikan kepada kami, bukan sepihak," ujarnya. Terkait pendampingan saksi yang mestinya dilakukan LPSK, selama ini kata dia, tidak berjalan karena KPK melakukan sendiri padahal perlindungan saksi adalah kewenangan LPSK yang diatur dalam UU No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Wakil Ketua LPSK, Teguh Soedarsono, mengatakan, institusinya memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban dalam kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi dan terorisme. Pada saat kepemimpinan KPK di bawah Taufiqurahman Ruki dan Antasari Azhar berkordinasi dengan LPSK, tettapi saat ini tidak berjalan baik. "Beberapa kali LPSK mengirim surat untuk courtesy call tapi tidak pernah dibalas, padahal kami memiliki kerja sama dengan KPK," kata Teguh.