DPR Gelar Diskusi Nasional Bahas RUU KUHP dan KUHAP

Kamis , 06 Jul 2017, 22:04 WIB
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, membuka forum diskusi nasional membicarakan RUU KUHP dan KUHAP di Function Room Gedung DPR RI Lantai II, Jakarta, Kamis (6/7).
Foto: istimewa/dpr
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, membuka forum diskusi nasional membicarakan RUU KUHP dan KUHAP di Function Room Gedung DPR RI Lantai II, Jakarta, Kamis (6/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, membuka forum diskusi nasional membicarakan RUU KUHP dan KUHAP di Function Room Gedung DPR RI Lantai II, Jakarta, Kamis (6/7). Diskusi nasional yang diselenggarakan oleh DPR RI ini bertujuan untuk menindaklanjuti pembahasan Revisi RUU KUHP dan KUHAP.

Revisi KUHP dan KUHAP dipandang beberapa pihak sudah sangat mendesak untuk dipercepat pembahasannya.

Untuk mempercepat proses pembahasan, Fadli melihat penting bagi pemerintah melakukan konsolidasi Pengaturan Tindak Pidana Khusus dalam RKUHP bersama KPK, BNN dan seluruh lembaga terkait.

''Mengingat KUHP&KUHAP adalah dasar hukum negara yang sangat penting, maka pasal-pasalnya harus sedetail mungkin agar tidak terjadi penafsiran bebas oleh aparat di lapangan,'' ungkap Fadli. ''Harapannya, diskusi ini dapat membawa poin-poin penting dalam revisi KUHP dan KUHAP.''

Hadir narasumber lainnya yaitu Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkestra, Fahri Hamzah; Ketua Panja RUU KUHP dan KUHAP DPR RI, Benny K. Harman; Ketua Asosiasi Hukum Pidana KUHP dan KUHAP, Prof. Andi Hamzah, S,H., M.A; Pakar Hukum Pidana Prof Dr. Syaiful Bakhri, S.H., M.H. dan Dr. Eva Achjani Zulfa., S. H.,M. H.

Dalam perkembangannya, polemik dalam pembahasan RUU ini dapat diklasifikasikan pada dua aspek. Yaitu aspek teknis dan aspek substantif. Menurut Fadli Zon, aspek substantif menjadi urgensi RUU KUHP dan KUHAP.

Fadli Zon menilai, sejauh ini, aspek substantif terkait dengan materi di dalam pasal RUU masih menjadi perdebatan. Seperti misalnya bagaimana pengaturan perihal Tindak Pidana Khusus diatur di dalam RUU KUHP&KUHAP, terkait asas legalitas dalam pasal 2 RKUHP, pidana mati, penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, Penyebaran kebencian terhadap pemerintah, dan beberapa pasal yang menimbulkan perdebatan lainnya.

''Pasal-pasal pidana lainnya yang dianggap khusus seperti Korupsi, Terorisme, dan Narkotika harus segera dibahas dengan melakukan konsolidasi Pengaturan Tindak Pidana Khusus dalam RKUHP bersama KPK, BNN dan seluruh lembaga terkait,'' ungkap Fadli Zon.

Fadli menilai pembahasan RKUHP ditargetkan selesai periode ini dengan catatan harus ada komitmen kuat dari beberapa pihak. "Harus ada kerjasama DPR dan pemerintah untuk membahas secara bersama-sama dan menampung berbagai masukan sekaligus menyamakan presepsi,'' katanya.