Pemerintah Diingatkan tidak Kirim TNI ke Marawi

Selasa , 04 Jul 2017, 09:19 WIB
Sejumlah personel TNI melambaikan bendera merah putih.
Foto: Antara/Basri Marzuki
Sejumlah personel TNI melambaikan bendera merah putih.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengingatkan Pemerintah tidak mengirimkan pasukan TNI dalam operasi militer pemberantasan kelompok radikal di Marawi Filipina.

"Pemerintah Indonesia agar tidak bersikap reaktif. Pengiriman pasukan TNI ke negara lain, diatur dalam aturan perundang-undangan," katanya, melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa (4/7).

Hasanuddin menjelaskan, aturan perundangan tersebut meliputi, pertama, mengacu pada Pembukaan UUD 1945 alinea 4, disebutkan: "Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial".

Kemudian, pada pasal 30 ayat 3 UUD 1945, dijelaskan, TNI sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Makna yang terkandung, yakni, TNI bertugas untuk mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan NKRI.

Menurut dia, kalaupun mau disinggung pada penjelasan soal wewenang TNI terkait dengan operasi militer selain perang (OMSP), sebagaimana termaktub dalam butir B ayat 6 yang menyebut, TNI memiliki tugas untuk melaksanakan menciptakan perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, maka ada hal yang mesti diperhatikan.

"Salah satunya, pengiriman satgas TNI dalam operasi perdamaian di bawah bendera PBB, harus mendapatkan persetujuan dari DPR RI, serta memperhatikan pertimbangan institusi lainnya yang terkait," katanya.

Kedua, pada pasal 10 ayat 3 butir d dalam UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahahan Negara, menyebut TNI dapat ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.

Dalam penjelasannya, kata dia, tugas TNI yang masuk dalam kategori operasi militer selain perang (OMSP) itu antara lain, bantuan kemanusiaan (civil misision). "OMSP itu pun dilakukan berdasarkan permintaan atau perundang-undangan," katanya.

Ketiga, merujuk UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI pada pasal 7 ayat 1 disebutkan, tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Kemudian, pada ayat 2b butir ke-6 UU TNI menyebut, terkait dengan operasi militer, selain perang adalah melaksanakan tugas perdamaian sesuai kebijakan politik luar negeri. Politikus PDI Perjuangan ini menegaskan, jika mengacu pada tiga produk undang undang di atas, maka sangat jelas bahwa pemerintah Indonesia tidak diperkanankan mengirimkan pasukan tempur.

"TNI hanya diizinkan melakukan penugasan dalam pasukan perdamaian dibawah bendera PBB," katanya.

Menurut Tubagus, meskipun Indonesia memang terikat dalam komunitas bangsa bangsa ASEAN, tetapi ASEAN juga bukan merupakan pakta pertahanan bersama, jadi Indonesia tidak punya dasar hukum untuk mengirim pasukan TNI ke negara-negara ASEAN termasuk Philipina

Bantuan Indonesia kepada Filipina dapat berupa, bantuan logistik, pelatihan militer, alat kesehatan, atau data intelijen lainnya yang diperlukan Angkatan Perang Philipina. Di sisi lain, katanya, berdasarkan aturan hukum Filipina, operasi militer yang melibatkan negara lain harus mendapatkan persetujuan dari unsur parlemen negara tersebut.

Sumber : Antara