DPR Kritisi Penentuan Subsidi Listrik 900 VA PLN

Sabtu , 17 Jun 2017, 00:26 WIB
Subsdi listrik (ilustrasi).
Subsdi listrik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, kembali mengkritisi kebijakan PLN soal pencabutan subsidi listrik untuk golongan 900 VA. Hal ini berkaitan dengan cara PLN menentukan pengguna listrik 900 VA yang masih disubsidi oleh negara.

Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan pendataan yang dilakukan PLN, masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi miskin dan rentan miskin golongan 900 VA adalah 4,1 juta. Namun menurutnya, ternyata banyak dari jumlah tersebut yang disinyalir tidak mendapat subsidi di lapangan.

"Kita bukannya tidak setuju, tapi subsidi ini tepat sasaran nggak? PLN bagaimana membedakan yang disubsidi dan tidak disubsidi? Tunjukan sama kita TNP2K gimana kategori menilainya," ujar Eni kepada wartawan di Jakarta pada Jumat (16/6).

Menurutnya, penerapan kebijakan pencabutan subsidi untuk golongan 900 VA kenyataannya di lapangan banyak permasalahan. Sebab, banyak masyarakat miskin yang mestinya tetap mendapat subsidi justru tidak disubsidi pemerintah.

"Di dapil saya masyarakat kecil mengeluhkan kenaikan tarif listrik ini. Katanya dana subsidi untuk rakyat miskin akan tepat sasaran, tapi buktinya banyak yang harus membayar tarif normal, naik 100 ribu itu terasa berat lho," ujarnya.

Selain itu, ia juga menyayangkan minimnya sosialisasi PLN mengenai kebijakan tersebut ke masyarakat. Sebab, meski pemerintah membantah tidak ada kenaikan listrik, namun hanya pencabutan subsidi listrik, tapi pada kenyataannya masyarakat menganggap sebaliknya.

"Mereka mana tahu itu subsidi yang dicabut, mereka ya tahunya bayar listrik mereka tiap bulan naik, nah ini harusnya dijelaskan bahwa ini harga normal bukan lagi subsidi," kata Politikus Partai Golkar tersebut.

Eni pun berharap, PLN mengevaluasi penerapan subsidi listrik bagi golongan miskin 900 VA dan perlunya ada verifikasi data pengguna di lapangan dengan akurat. Sebab, ia mengingatkan, data yang tidak akurat PLN bisa memicu gejolak di masyarakat dan dapat menambah angka kemiskinan.

"PLN harus lakukan evaluasi, sehingga sinkron data riil yang ada di lapangan. Buat apa ada anggaran subsidi dari negara, kalau PLN tetap memberlakukan tarif normal kepada rakyat kecil," katanya.