DPR Minta Sosialisasi Permendikbud 23/2017 Jelas dan Masif

Rabu , 14 Jun 2017, 03:50 WIB
Sejumlah murid mengikuti kegiatan belajar mengajar / Ilustrasi
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah murid mengikuti kegiatan belajar mengajar / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, Abdul Fikri Faqih, meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengadakan sosialisasi yang jelas dan masif terkait Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.

Menurut Abdul Fikri, aturan yang telah terbit pada 9 Juni lalu itu masih menuai prokontra di tengah masyarakat. Karena itu, Mendikbud mesti cepat tanggap menjelaskan duduk perkara kepada masyarakat luas sebelum aturan ini efektif pada tahun ajaran baru 2017/2018 pada Juli nanti.

Selain itu, aturan lain telah terbit, yakni PP Nomor 19/2017 tentang Beban Tugas Guru. Beleid ini menegaskan, para guru memiliki kewajiban mengajar tatap muka sedikitnya dari 24 jam per pekan menjadi 40 jam per pekan. Acuannya adalah standar kerja aparatur sipil negara. Bagi Abdul Fikri Faqih, sosialisasi yang baik perlu agar tidak ada kesalahpahaman antara kemauan pemerintah dan para pelaku pendidikan di daerah-daerah.

“Kalau hal ini berdasarkan kajian, silakan saja. Tapi, sebagai kebijakan politik, harusnya tidak hanya diputuskan satu institusi yang memiliki otoritas atau dari pendukungnya saja, tapi juga harus berdasarkan pilihan publik. Jadi, jangan sampai masyarakat menjadi resah hanya karena kebijakan seperti ini,” ujar Abdul Fikri Faqih dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (13/6) malam.

Fikri menilai, ada setidaknya beberapa tantangan sebelum kebijakan ini diberlakukan. Pertama, soal perubahan aturan jam belajar. Kedua, soal sumber daya manusia (SDM), khususnya beban kerja dan jumlah guru. Ketiga, sarana dan prasarana, khususnya mengenai ketersediaan ruang kelas yang belum mencapai ideal.

“Kalau delapan jamnya 60 menit, maka mulai jam 07.00 selesai jam 03.00. Kalau 45 menit, maka akan berkurang menjadi pulang jam 02.00 sore. Kalau plus istirahat, maka pulang jam 04.00. Aturan seperti ini harus clear,” jelas pria yang juga mantan guru sebuah SMK di Kota Tegal ini.

Dari segi guru, pemerintah saat ini masih menghadapi jumlah guru yang terbatas di daerah. Padahal, pemerintah inginnya pendidikan kita 70 persen adalah sekolah vokasi dan 30 persen untuk umum (teori).

“Artinya, perlu ada rekayasa di sekolah berapa persen guru yang mengajar teknik mesin dan sebagainya. Faktanya kita masih kekurangan guru,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Permendikbud tersebut juga memiliki kendala dalam bidang sarana dan prasarana pendidikan. Saat ini, ada sekitar 1,8 juta unit ruang kelas di seluruh Indonesia. Di antaranya, hanya sekitar 450 ribu ruang kelas yang dalam kondisi baik.