Percepat UU Penyiaran, DPR RI Usulkan Single Mux

Selasa , 06 Jun 2017, 17:31 WIB
Ilustrasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan perubahan Undang-undang Penyiaran menjadi salah satu pembahasan yang belum selesai. Untuk mempercepat undang-undang ini dibawa ke Paripurna Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah menyepakati sistem tata cara perpindahan dari analog ke digital. Menurut anggota Komisi I DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi, saat ini pihaknya sudah menyepakati single mux.

Meski demikian sebenarnya sampai sekarang hal ini masih menjadi perdebatan di komisi yang memilih single mux dan tidak sedikit yang menghendaki multiple mux. Namun demi mempercepat pembahasan dan membawa segara Undang-undang ke Paripurna, pihaknya memilih single mux. Sehingga tidak terlalu lama mengendap di Komisi I DPR RI.

"Jadi sebenarnya ini pun masih menjadi perdebatan diantara kita. Ada single mux ada multiple mux tetapi kita sadar perbedaannya jangan di DPR RI lah, nanti setelah pembahasan dengan pemerintah," ujar Bobby saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/6).

Meski demikian, pembahasan soal ini akan menjadi dinamis setelah bertemu dengan pemerintah. Apalagi elemen pengambil keputusan itu bukan hanya DPR RI, tapi juga pemerintah. Sebab tidak menutup kemungkinan pemerintah akan memilih multiple mux atau sebaliknya.

"Nanti pemerintah pun akan memilih juga nah disitulah keputusan itu kita ambil bersama. Jadi sebenarnya ini hanya biar cepat ke Paripurna saja," ujarnya.

Bobby mengatakan secara teknis yang lebih mudah adalah multiple mux karena frekuensi sudah ada di televisi-televisi swasta saat ini. Namun ada kekhawatiran kalau itu diberikan kepada yang eksisting, ditakutkan mereka tidak bisa mengelola. Sebab untuk mengelola satu televisi saja sangat mahal. Sedangkan mereka dari satu kanal memiliki tujuh kanal.

"Yang ada nanti mereka dapat suratnya ibaratnya untuk tujuh kanal tapi kerena mahal yang tujuh itu tidak ada programnya. Jadi yang di koperasi itu hanya satu atau dua kanal saja itu kekhawatirannya. Seyogyanya penambahan kanal itu menambah pendapatan negara, harusnya bisa memberikan misi-misi edukasi kepada masyarakat," kata Bobby.