Anggota DPR: Utang Pemerintah Ancam Kestabilan Ekonomi

Rabu , 26 Apr 2017, 19:25 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan.
Foto: dpr
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, menanggapi pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang belum lama ini menyebut setiap orang Indonesia harus menanggung utang negara sebesar Rp 13 juta. Sri Mulyani mengatakan hal tersebut saat memberikan materi kuliah umum di Kampus STAN beberapa waktu lalu.

"Rakyat Indonesia merasa tak punya utang. Kapan, di mana, dan kepada siapa mereka berutang kan tak jelas,'' kata politikus Partai Gerindra tersebut, dalam rilisnya yang diterima Republika.co.id, Rabu (26/4). ''Itu seperti disambar petir di siang bolong. Tak berutang, tapi tiba-tiba dicap punya utang.''

Heri menyayangkan pernyataan menkeu yang semestinya tidak perlu diucapkan tersebut. Ia mengimbau semua pihak mengeluarkan pernyataan yang menyejukkan di tengah situasi sosial-ekonomi-politik yang tidak kondusif.

Publik, menurut Heri, sangat tak menyukai politik utang yang sangat masif dilakukan pemerintah saat ini. Menurut dia, utang dapat mengancam kestabilan ekonomi nasional.

Utang Luar Negeri Tumbuh Lambat

Heri mengungkapkan bahwa pemerintah belum mampu melepas pengelolaan fiskal dari utang. Padahal, utang sangat tidak menyehatkan. "Menempuh jalan berutang adalah ancaman terjadinya guncangan keuangan. Kasarnya, pemerintah gali lobang untuk tutup lobang," kata Heri.

Heri juga mengkritik pemerintah yang dinilai belum bisa melepas ketergantungan dari Surat Berharga Negara. ''Kita tahu, kontribusi SBN terhadap total pembiayaan utang rata-rata mencapai 101,8 persen per tahun. Sedangkan terhadap total pembiayaan anggaran mencapai 103,3 persen per tahun (RAPBN 2017). Kecanduan yang berlebih terhadap SBN tersebut sudah pasti akan meningkatkan risiko fiskal," kata dia.

Pada bagian lain, masih menurut Heri, hingga kini belum ada terobosan dan inovasi atas jeratan defisit anggaran yang makin menganga lewat kebijakan fiskal yang kredibel. "Kita tahu, dalam kurun lima tahun terakhir, realisasi defisit anggaran cenderung meningkat. Penyebabnya, rata-rata realisasi belanja tumbuh di kisaran 5 persen, sementara realisasi pendapatan negara hanya tumbuh di kisaran 3 persen," kata Heri.