DPR Kritisi Aturan Syarat Simpanan Rp 25 Juta untuk Pembuatan Paspor

Ahad , 19 Mar 2017, 19:51 WIB
Saleh Partaonan Daulay
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR mengkritisi adanya aturan baru mengenai syarat minimal tabungan Rp 25 juta untuk pembuatan paspor bagi calon tenaga kerja Indonesia (TKI). Sebelum menerapakan peraturan itu, pemerintah diminta terlebih dahulu melakukan kajian terhadap berbagai aspek terkait.

Pemberangkatan TKI ke luar negeri dinilai memiliki persoalan yang cukup kompleks. Minimnya saldo rekening dipastikan bukan satu-satunya masalah yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Paratonan Daulay mengatakan dengan pemberlakuan aturan itu, dikhawatirkan TKI yang diberangkatkan secara baik melalui prosedur yang benar akan mengalami kesulitan. "Apalagi, semua tahu bahwa sebagian besar di antaranya berangkat ke luar negeri karena tidak memiliki pekerjaan di Indonesia. Dengan mewajibkan simpanan Rp 25 juta tentu itu sulit didapatkan," ujarnya, Ahad (19/3).

Persyaratan Pembuatan Paspor Baru, YLKI: Ini Kebijakan Kontradiktif

Selain itu, kata dia, TKI juga harus menalangi biaya pemberangkatan. Mulai dari dokumen pemberangkatan, visa, tiket, dan lain-lain. Selama ini, pemerintah sudah mematok biaya sebesar Rp 16 juta. "Kalau ditambah dengan simpanan Rp 25 juta, tentu itu angka yang sangat besar," kata dia.

Politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan pembenahan, pengawasan, dan pengendalian Pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) menjadi penting. Termasuk memastikan bahwa PPTKIS itu menjalin kerjasama dengan agen yang baik dan bertanggungjawab di luar negeri.

Untuk menghindari perdagangan manusia, Saleh menyarankan agar pemerintah fokus kepada

pembenahan PPTKIS, termasuk agen yang menampung dan menyalurkan mereka di luar negeri. "Jika ini benar dan dipercaya, tentu kekhawatiran human trafficking itu menjadi kecil," ujarnya.

Menurut dia, apabila ebijakan itu tetap dijalankan, justru dikhawatirkan para TKI akan mencari jalan untuk memenuhinya. Misalnya, dengan mengajukan pinjaman dengan menggadaikan berbagai hal yang dimiliki. "Jika berhasil di luar negeri, mungkin itu bisa di atasi. Tetapi jika sebaliknya, dikhawatirkan akan jadi beban sekembalinya ke tanah air," kata Saleh.