DPR Berbagi Pengalaman Kelola Konflik kepada Ulama Afghanistan

Rabu , 14 Dec 2016, 17:03 WIB
Sebuah roket menghantam masjid di Afganistan.
Foto: AP
Sebuah roket menghantam masjid di Afganistan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah memastikan DPR akan memberikan perhatian khusus pada pengelolaan konflik di Afghanistan. Sebab, konflik di Afghanistan yang tak kunjung usai.

Pernyataan itu disampaikan Fahri setelah  menerima 18 ulama senior Afghanistan di ruang tamu Pimpinan DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Rabu (14/12). Kunjungan ulama Afghanistan ini dalam rangka serial Workshop Islam, Leadhership, and Peace Building, Study and Dialogue Visit to Jakarta.

“Saya kira kita perlu memberikan perhatian khusus kepada Afghanistan. Afghanistan memperoleh kemerdekannya dengan perang, hampir sama dengan kita. Sampai-sampai mereka untuk membangun negara itu sulit, karena masih ada konflik antar suku dan agama yang masih sangat luas,” kata Fahri.

Wakil Ketua Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat itu menambahkan, sejumlah ulama Afghanistan itu ingin mengetahui kiat Indonesia dalam mengelola dan menyelesaikan konflik.

“Indonesia lebih beragam. Dengan lebih dari 17 ribu pulau, lebih dari 1.000 bahasa, dan lebih dari 700 suku, kita bisa bertahan. Karena kita memiliki pondasi dan sistem perdamaian yang kuat, yakni Pancasila,” kata Fahri.

Fahri melihat ketertarikan ulama Afghanistan kepada Pancasila. Ia menjelaskan, bahwa Pancasila merupakan gabungan antara ide keagamaan dengan ide kebangsaan. Pendiri Indonesia yang berjiwa agamawan, ilmuwan, negarawan, dan politisi, tidak mengkotak-kotakkan antara ulama dan pemimpin negara.

“Ini semua bergabung, itu yang melahirkan Pancasila. Di atas Pancasila, kita membuat konstitusi, di atasnya kita membangun negara yang kuat. Ini yang rupanya yang perlu mereka dalami dan pelajari, sehingga ada komitmen untuk berpegang pada sesuatu yang kuat sifatnya, karena mereka juga relatif beragam,” kata Fahri.

Politisi asal dapil Nusa Tenggara Barat itu mengatakan, Indonesia memiliki Mahkamah Konstitusi, dimana lembaga negara ini salah satu tugasnya adalah untuk menyelesaikan sengketa di antara lembaga negara. Konsep ini menurutnya dapat dicontoh oleh Afghanistan.

“Karena mereka juga ada sengketa antara parlemen dengan presidennya itu yang tak kunjung selesai. Mereka tidak seberagam kita, tetapi konflik juga tidak selesai-selesai. Itu yang mereka ingin tahu, dan akan kita bantu perdalam,” kata Fahri.