Pembangunan Infrastruktur Jangan Sampai Miskinkan Masyarakat

Senin , 05 Dec 2016, 10:54 WIB
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron.

REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menilai pembangunan infrastruktur yang mengharuskan menggusur lahan masyarakat, seharusnya tidak memiskinkan masyarakat. Menurut dia, penggusuran lahan, termasuk pemukiman, dianggap tidak berpihak kepada masyarakat. Sebab, nilai ganti rugi terkadang tidak sebanding, saat masyarakat ingin membeli lahan yang baru.

Demikian dikatakan Herman Khaeron, usai menerima aspirasi masyarakat Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat, di Kantor Kepala Desa Sukamulya, Majalengka, Kamis (1/12). Desa Sukamulya merupakan salah satu desa yang sebagian wilayahnya akan digunakan untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Masyarakat juga mengeluhkan, lahan pertanian produktif mereka yang luasnya mencapai lebih dari 6000 hektare, harus direlakan untuk pembangunan BIJB.  

“Setiap kali pembangunan infrastruktu dibuat, yang dapat mengurangi terhadap luas lahan pertanian, semestinya harus ada jalan keluar. Bagaimana supaya penggusuran lahan ini dapat terganti dengan lahan yang baru, yang tentu produktiitasnya sama, atau bahkan lebih tinggi lagi,” kata Herman.

Politisi F-PD ini juga mendapatkan aspirasi, masyarakat Desa Sukamulya tidak mendapatkan akses dan pelayanan yang baik dari Pemerintah Provinsi Jabar terkait program pembangunan ini. Ia menekankan, harus ada ganti rugi yang layak. Bahkan relokasi pemukiman masyarakat.

“Dalam pemikiran kami, bahwa sesungguhnya harus ada ganti rugi. Kalaupun harus direlokasi, harus manusiawi. Harus memenuhi unsur-unsur yang menurut saya, sama saat ini mereka hidup di sini," kata Herman.

Hal yang lain menurut Herman janggal adalah munculnya rumah-rumah tidak berpenghuni yang dibangun di sekitar lokasi pembangunan BIJB. Rumah-rumah ini diduga diabngun oleh oknum yang mengeruk keuntungan dari pembangunan BIJB. Sebab, jika terdapat rumah dan lahan, ganti rugi yang didapatkan lebih tinggi. Oleh warga sekitar rumah tidak berpenghuni ini disebut rumah hantu.

“Di sini banyak dibangun bangunan-bangunan kosong. Baangunan yang menurut saya akal-akalan. Kalau kemudian terjadi hal yang kemudian meningkatkan biaya ganti rugi dari akal-akalan itu sebetulnya sudah melanggar terhadap persoalan hukum,” tegas Herman.

Politisi asal dapil Jawa Barat itu mengingatkan, dampak dari pembangunan ini harus diminimalisasi. Jangan sampai masyarakat mendapat imbas yang membebani. Ia juga meminta, haurs ada solusi yang tepat dan manusiawi, serta menjamin masa depan masyarakat.

 

Sumber : pemberitaan DPR