Pemerintah Diminta Punya Jurus Jitu dalam Impor Pangan

Selasa , 25 Oct 2016, 17:00 WIB
  Pekerja melaukan bongkar muat karung berisi beras impor asal Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/11).  (Republika/Agung Supriyanto)
Foto:
Pekerja melaukan bongkar muat karung berisi beras impor asal Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/11). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta memperhatikan ketersediaan pangan masyarakat agar kebutuhan pokok stabil dan terjangkau. Pemerintah juga diharapkan dapat mengendalikan pasokan. Jika terpaksa harus impor karena swasembada pangan tidak tercapai, pemerintah diminta punya jurus jitu, termasuk melibatkan lembaga survei untuk membantu memonitor dan mengontrol impor beras.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI  Viva Yoga Muladi mengatakan, kebutuhan beras tiap tahun pasti akan meningkat. Ia menunjukkan, pertumbuhan penduduk yang mengalami kenaikan hingga 13 juta penduduk per lima tahunnya otomatis mengakibatkan pula tambahan kebutuhan pangan sekitar 109 kilogram per orang setiap tahunnya. 

Dia mengimbau pemerintah agar bisa menjaga pasokan pangan dengan harga terjangkau. Viva Yoga menilai ada pihak yang ingin memonopoli harga beberapa komoditas kebutuhan pokok. "Karena jika tidak, yang ada hanya dominasi kaum pemilik modal yang kemudian mengendalikan pasokan dan harga," ungkap Viva Yoga yang juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) tersebut, akhir pekan kemarin.

Selain itu, Viva Yoga mengingatkan, dengan kondisi pangan yang masuk kepada mekanisme pasar bebas, pemerintah perlu mencari cara agar ketersediaan pangan kepada seluruh rakyat harus tercapai, dan stabilitas harga terjaga.

Sementara itu, pakar ekonomi pertanian  dari Universitas Hasanuddin Makassar  Prof. Ir. Muslim Salam, Ph.D  menyebut, negara harus hadir dalam menjamin ketahanan pangan negara dan kesejahteraan petani secara simultan.

“Jika impor mendesak dilakukan karena kebutuhan beras tidak tercukupi pemerintah tidak perlu ragu, impor pangan bukan cacat politik bagi suatu rezim," tegas Muslim, Selasa (24/10).

Dalam realisasinya, impor pangan  menurut  Muslim Salam  tetap penting melibatkan lembaga  survei  untuk membantu pemerintah dalam melakukan pengendalian Guru Besar Universitas Hasanudin Makassar itu tidak sependapat dengan rencana kebijakan pemerintah yang  menghapus peran lembaga survei impor beras  dalam Paket Kebijakan Ekonomi. Alasannya, lembaga survei justru dibutuhkan  untuk membantu  pengawasan impor dan melindungi konsumen serta petani lokal agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Muslim Salam mendukung penuh  kebijakan deregulasi yang dikeluarkan pemerintah yang terkait dengan kepentingan publik. Namun ia mengingatkan, bukan berarti deregulasi itu membuat pasar kita dibiarkan sangat terbuka tanpa adanya kontrol internal dari pemerintah dan lembaga survey yang kredibel.

“Bagaimanapun setiap paket kebijakan harus bertujuan melindungi kepentingan masyarakat, termasuk ketersediaan pangan dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin. Oleh karena itu, kehadiran lembaga non-pemerintah yang mengawasi proses pelaksanaan impor sangat diperlukan,” tutur Muslim.