DPR: Anggaran Negara Harus Adil Terhadap Kesetaraan Gender

Senin , 24 Oct 2016, 13:47 WIB
Kesetaraan Gender
Foto: www.worldvision.org
Kesetaraan Gender

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Anggota Komisi I DPR RI Irine Yusiana Roba Putri menilai, untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan menciptakan kehidupan publik yang lebih adil bagi perempuan, kebijakan dan anggaran negara yang adil gender adalah sebuah keharusan.

"Sebagai contoh, DPR RI saat ini sedang dalam proses legislasi UU Keadilan dan Kesetaraan Gender dan UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang bertujuan salah satunya memberi perempuan kemudahan saat melaporkan kekerasan kepada pihak kepolisian," ucap Irine di Forum of Women Parliamentarians di sela-sela Sidang Inter-Parliamentary Union (IPU), di Jenewa, Swiss, Ahad (23/10).

Terkait anggaran, Irine Yusiana yang juga anggota Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI menyatakan, karena perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda dari laki-laki, maka perempuan harus memiliki akses terhadap fasilitas yang sesuai.

Selama ini, lanjut dia, kebijakan publik sangat maskulin, dan semua fasilitas publik masih dominan dipandang dari sudut dan kebutuhan laki-laki. "Kebijakan dibuat, diawasi, dan dilaksanakan oleh laki-laki, dan perempuan kurang mendapat tempat di sini," ujar Irine.

Sementara itu, delegasi dari negara lain menyatakan, kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dalam politik bukanlah mitos. Angka ini masih sangat besar, seperti ditunjukkan oleh survei IPU terhadap 55 anggota parlemen perempuan dari 39 negara.

Survei IPU itu mengungkapkan, sebanyak 82 persen politikus perempuan mengalami kekerasan psikologis. Sementara 44 persen mengalami ancaman kekerasan, dan 65 persen dari mereka pernah mendapat komentar bernada seksis terutama dari kompetitor atau parpol lain.

IPU yang seluruhnya diikuti oleh 138 negara berkomitmen memastikan perempuan bisa berpartisipasi sama dalam politik. Sidang  IPU ke-135 tahun ini berlangsung pada 23-27 Oktober di Swiss, dengan topik meningkatkan peran anggota parlemen dalam mengatasi pelanggaran hak asasi, terutama kekerasan terhadap perempuan.

Delegasi dari negara lain juga menyoroti kekerasan terhadap kaum minoritas dalam politik, baik minoritas menurut agama, ras, maupun orientasi seksual. Hal lain yang diangkat adalah kekerasan dalam politik dapat juga berupa komentar yang seksis terhadap perempuan. Semua ini tidak boleh dibiarkan karena hanya meminggirkan perempuan.

Pada forum ini, semua delegasi parlemen bersepakat bahwa perempuan harus meninggalkan sekat-sekat politik dan bekerja sama menghadapi ketidakadilan terhadap perempuan.

Irine menambahkan, partisipasi perempuan dalam politik telah dan akan terus membuat banyak perbedaan. Perempuan membawa pandangan dan talenta yang berbeda yang memengaruhi pembentukan agenda politik.

Namun, catatan Komnas Perempuan Indonesia menunjukkan bahwa kandidat perempuan menghadapi lebih banyak ancaman dan intimidasi daripada kandidat laki-laki. "Hal ini tidak boleh dibiarkan, dan kami anggota parlemen perempuan berkomitmen mewujudkan politik yang lebih ramah bagi generasi perempuan Indonesia berikutnya, kata dia.