Komisi V Dorong Revisi UU Lalu Lintas Selesaikan Transportasi Online

Selasa , 04 Oct 2016, 18:12 WIB
  Petugas melakukan pengecekan saat uji uji kendaraan bermotor (KIR) Taksi berbasis aplikasi daring (online) di Pengelola Pengujian Kendaraan Bermotor, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Senin (1/8).(Republika/Yasin Habibi)
Petugas melakukan pengecekan saat uji uji kendaraan bermotor (KIR) Taksi berbasis aplikasi daring (online) di Pengelola Pengujian Kendaraan Bermotor, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Senin (1/8).(Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana mengusulkan agar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dapat direvisi untuk menyelesaikan persoalan transportasi online. Menurutnya, meskipun peraturan tersebut ditunda pelaksanaannya hingga 6 bulan mendatang.

"Namun, secara jangka panjang Komisi V mendorong agar UU Lalu Lintas dapat direvisi untuk mengakomodir masukan dari banyak pihak, terutama para pengemudi transportasi online dan masyarakat yang antusias menggunakannya,” ujar Yudi, saat menerima aspirasi dari Forum Pengemudi Transportasi Online dalam rangka Hari Aspirasi, Selasa (4/10).

Yudi menjelaskan, kondisi digitalisasi transportasi yang berkembang saat ini seharusnya bisa lebih adaptif dengan aturan yang ada. Selain itu, situasi UU tersebut juga sudah melewati masa lima tahun.

Sehingga, membutuhkan pendekatan baru dalam melihat transportasi online yang harus diatur dalam sebuah kebijakan. Yudi menilai, Komisi V melihatnya tidak semata-mata melihat persoalan ini dari sudut pandang bisnis. Tapi, kami melihat dengan adanya transportasi online, ada peluang untuk menyelesaikan persoalan ekonomi masyarakat.

"Ini memberikan alternatif mencari pekerjaan, dan ini harus dikasih ruang dan diatur melalui Undang-undang,” ucapnya.

Untuk itu, menurut Yudi, secara jangka pendek pemerintah mengeluarkan Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tersebut, agar meredam gejolak penolakan yang terjadi di masyarakat sebagai payung hukum transportasi online. Aturan ini mengatur agar para pengemudi taksi online diwajibkan memiliki Sim A Umum, mobil harus dilakukan uji KIR, STNK harus berbadan hukum, terdaftar sebagai angkutan sewa berbasis aplikasi, dan tarif ditentukan oleh kementerian perhubungan.

Oleh karena itu, Komisi V menilai jalan tengah terkait polemik ini adalah membentuk badan hukum berupa koperasi, agar STNK tetap nama pribadi, dan tetap plat hitam. Di sisi lain, ia juga meminta Kemenhub untuk berkoordinasi kepada Kemenkop-UKM agar mengevaluasi koperasi agar sesuai dengan UU Koperasi, khususnya berkaitan dengan hak suara anggota koperasi.

Dengan demikian, dengan adanya Permenhub ini, tarif transportasi online dapat diatur oleh pemerintah agar fluktualisasi tarif tidak merugikan konsumen dan pengemudi, karena dapat dinaikkan sewaktu-waktu (excessive margin) atau perang tarif serendah-rendahnya (predatory pricing).

Diketahui, dalam aduannya, Ketua Forum Pengemudi Transportasi Online, Fahmi, menjelaskan bahwa saat ini kondisi perang tarif sudah sangat mengkhawatirkan. Korbannya, menurut Fahmi, adalah para pengemudi karena saling berlomba untuk meningkatkan jumlah pengguna.

“Sementara kita driver online tidak diberikan ruang untuk berpendapat karena tarif ditentukan oleh perusahaan. Jadi kita hanya menerima dan menjalankan," kata dia.