Anggota DPR: Hanya Importir yang tak Ingin RUU Tembakau Disahkan

Rabu , 27 Jul 2016, 12:35 WIB
 Petani tembakau sedang menanam bibit tembakau, sebagian besar warga temanggung berprofesi sebagai petani Tembakau. Petani Tembakau
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petani tembakau sedang menanam bibit tembakau, sebagian besar warga temanggung berprofesi sebagai petani Tembakau. Petani Tembakau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Anggota Panja RUU Tembakau Taufiqulhadi mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tembakau yang sedang dibahas adalah untuk melindungi sekaligus menyejahterakan petani tembakau. Menurut dia, RUU ini tidak saja membicarakan soal kesehatan atau bahaya rokok, tapi juga untuk kedaulatan petani tembakau. Karena itu hanya importir rokok dan tembakau yang tidak menginginkan RUU ini disahkan.

Hal tersebut ditegaskan Anggota Panja RUU Tembakau Taufiqulhadi  dalam forum legislasi “RUU Tembakau” bersama pengamat politik ekonomi Ichsanuddin Noorsy dan Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Wisnu Brata di Gedung DPR RI, Selasa (26/7).

“Jadi, seluruh elemen masyarakat baik elit maupun petani tembakau harus berpikir rasional dengan RUU ini, sehingga akan ada kemitraan antara pengusaha rokok dan petani tembakau. Jangan sampai ada lagi impor tembakau dari luar, sedangkan tembakau kita diekspor untuk industri rokok asing, untuk kemudian dijual lagi ke Indonesia,” ujar Taufiqulhadi yang juga pengusul RUU Tembakau ini.

Politisi Partai Nasdem ini menjelaskan, dalam pembahasan RUU ini sudah ada serangan asing melalui koalisi anti rokok. Tapi, menurutnya, jika semua pihak mempunyai komitmen moral dan jati diri bangsa yang kuat, maka serangan dan intervensi asing itu tak akan merontokkan komitmen DPR  maupun Pemerintah RI untuk segera mengesahkan RUU ini menjadi UU.

“Jadi, kalau tidak akan diparipurnakan pada sidang ini, maka RUU ini akan disidangkan pada sidang berikutnya,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ichsanuddin Noorsy mengingatakan agar RUU ini melindungi kedaulatan petani tembakau dari hulu sampai hilir, dan membicarakan tembakau secara komprehensif, dan global. Dimana tembakau bukan saja untuk industri rokok, melainkan juga untuk kertas uang, dan farmasi lainnya.

“Farmasi yang terbesar di dunia ini ternyata dikuasai oleh Amerika Serikat. Bukan Rusia maupun Eropa. Sehingga dalam dunia farmasi ini sudah memasuki babak perang dunia,” tambahnya.

Sementara, Wisnu Brata mengatakan jika petani saat ini hampir frustrasi, karena masalah tembakau ini sudah lama dan negara tidak pernah hadir. Tapi, dengan RUU ini, seperti ada pencerahan, ada penebusan dosa bagi petani. “Sejak tahun 1999 ketika Presiden BJ Habibie saat itu  melalui PP No.72/1999 yang mengatur soal tar, tapi pada tahun 2000 sudah keluar rokok mild, yang justru mematikan industri kecil, karena untuk mild perlu investasi besar,” keluhnya.

Maka kalau sebelumnya hanya mengusai 7 persen industri rokok nasional, tapi saat ini sudah mencapai 58 persen. Untuk itu, kalau pemerintah tidak hadir, maka 5 – 10 tahun ke depan petani tembakau di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, dan NTT akan tinggal kenangan. Dengan RUU Tembakau ini, menurut dia, masih ada harapan dan pencerahan bagi petani tembakau. Karena itu APTI mendesak agar RUU ini segera disahkan menjadi UU. “Hanya saja, kalau pelaksanaannya ditunda sampai 6 tahun kemudian, maka khawatir petani tembakau akan sekarat duluan,” kata dia.

 

Sumber : pemberitaan DPR