DPR Persiapkan RUU Pengawasan Obat dan Makanan

Jumat , 01 Jul 2016, 22:01 WIB
Polisi menunjukkan barang bukti yang disita dalam kasus produksi dan distribusi vaksin palsu di wilayah ibukota Jakarta, Banten dan Jawa Barat di Mabes Polri di Jakarta, Senin (27/6).
Foto: Reuters/Darren Whiteside
Polisi menunjukkan barang bukti yang disita dalam kasus produksi dan distribusi vaksin palsu di wilayah ibukota Jakarta, Banten dan Jawa Barat di Mabes Polri di Jakarta, Senin (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR sedang mempersiapkan naskah akademik rancangan undang-undang (RUU) pengawasan obat dan makanan. Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan ada tiga poin yang akan ditekankan dalam rancangan awal RUU tersebut.

"Semua anggota komisi IX sepakat jika RUU ini mendesak dibahas. Pertama, karena menjadi evaluasi atas peredaran vaksin palsu yang sudah terjadi selama 13 tahun. Kedua, memberikan kepastian pengawasan obat dan makanan kepada masyarakat," ujar Saleh ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (1/7).

Dia melanjutkan, kini pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap kewenangan dan pengawasan yang telah dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara menyeluruh. Selain itu, DPR juga menelusuri aturan yang selama ini meneguhkan posisi BPOM sebagai pengawas obat dan makanan. Evaluasi itu digunakan sebagai salah satu rujukan penyusunan naskah akademik RUU pengawasan obat dan makanan.

Lebih lanjut Saleh memaparkan, ada tiga hal yang akan dimasukkan dalam usulan naskah RUU. Pertama, terkait peneguhan independensi BPOM sebagai lembaga tinggi negara yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Selama ini, kata dia, BPOM memang telah bertanggungjawab kepada Presiden. Namun, adanya Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) yang mengisyaratkan BPOM harus melakukan koordonasi dengan Kemenkes dinilai membatasi wewenang pengawasan.

Kedua, pemberian kewenangan kepada BPOM dalam menyelidiki asal-usul obat dan makanan yang beredar di Indonesia. Mengacu pada Permenkes No.35/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,  BPOM hanya boleh mengawasi produk obat dan tidak bisa mendeteksi asal obat tersebut.

"Sekarang ini BPOM tidak memiliki kewenangan mendeteksi asal-usul obatm Padahal semua obat, makanan baik yang resmi dikeluarkan pemerintah atau pihak swasta harus diselidiki sumbernya sehingga tidak meresahkan masyarakat," tambah Saleh.

Ketiga, RUU nantinya menjelaskan batasan teknis koordinasi antara BPOM dengan kementerian atau instansi. Batasan koordinasi harus ditegaskan sehingga tumpang-tindih kewenangan saat menangani kasus tidak terulang. Saleh menuturkan, pihaknya berencana melanjutkan pembahasan RUU hingga mengajukan dalam prolegnas 2017.