DPR Nilai Perlu Badan Perlindungan Paten di Bawah Presiden

Rabu , 15 Jun 2016, 10:42 WIB
Pihak Kepolisian dan Tim Penyidik Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenkum HAM menggerebek para pedagang DVD bajakan di Plaza Glodok,Jakarta Barat (1/2).
Foto: dokrep
Pihak Kepolisian dan Tim Penyidik Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenkum HAM menggerebek para pedagang DVD bajakan di Plaza Glodok,Jakarta Barat (1/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Paten DPR John Kenedy Azis mengatakan sebagian fraksi dalam Pansus Paten merasa penting dibentuknya Badan Kekayaan Intelektual Indonesia untuk menggantikan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM. Hal itu disampaikan ketika Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Nurul Barizah dan Bidang Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sony Maulana di Gedung DPR RI, Selasa, (14/06).

“Beberapa fraksi DPR menganggap penting untuk membentuk Badan Kekayaan Intelektual Indonesia untuk menggantikan fungsi, tugas dan wewenang Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham dalam melakukan pemeriksaan, pendaftaran paten di Indonesia saat ini,” ujar John.

Dia mengatakan tujuan dibentuknya lembaga tersebut agar perlindungan kekayaan intelektual dapat dilakukan secara independen, sehingga berada langsung dibawah Presiden. Sebagian besar fraksi berpandangan independensi Badan Kejayaan Intelektual Indonesia sangat penting karena akan bertugas memeriksa paten dan membawahi Komisi Banding Paten.

“Lembaga ini amat penting karena nantinya akan memerika dan memberikan paten serta membawahi Komisi Banding Paten yang memiliki kewenangan quasi judicial untuk menerima, memeriksa dan memutus permohonan banding terhadap penolakan permohonan paten atau permohonan koreksi  atas deskripsi, klaim dan gambar setelah permohonan diberi paten dan juga memeriksa keberatan pembatalan paten,” katanya.

John juga menegaskan salah satu alasan dibentuknya badan ini adalah karena invensi paten tidak hanya berasal dari satu bidang, tetapi berasal dari berbagai bidang ilmu. Alhasil, dia memandang tidak tepat jika institusi yang melakukan pemeriksaan dan pendaftaran paten berada di bawah satu kementerian.

“Invensi paten tidak hanya berasal dari suatu bidang, melainkan juga berasal dari berbagai bidang ilmu seperti kesehatan, teknologi, transportasi dan lainnya, sehingga kurang tepat jika institusi yang melakukan pemeriksaan dan pendaftaran paten ada dibawah suatu kementerian yang mengurusi suatu urusan tertentu,” jelasnya.

Meskipun begitu, John tetap menilai rencana tersebut akan menghadapi beberapa kendala. Diantaranya mengenai regulatory impact atau dampak kebijakan pembentukan lembaga bari tersebut terkait masalah anggaran, sumber daya manusia, dana infrastruktur pengelolaan paten serta adanya moratorium pembentukan badan publik baru sebagaimana dalam hasil Rapat Kerja Kemenpan-RB dengan Komisi II DPR pada masa Presiden SBY tanggal 12 Juli 2011.

Selain itu, persoalan yang penting untuk dipikirkan adalah bagaimana agar lembaga ini nantinya benar-benar dapat menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya dengan baik seperti bagaimana struktur organisasi badan tersebut. Sebagaimana diketahui, Paten memiliki peran penting, selain untuk meningkatkan penerimaan negara juga untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa. Oleh karena itu, John berpandangan bahwa pendapatan negara bukan pajak yang berasal dari pendaftaran paten dapat digunakan untuk mengembangkan paten.

“Pendapatan negara bukan pajak yang berasal dari pendaftaran dan pemeliharan paten nantinya agar digunakan untuk mengembangkan paten, diantaranya untuk mensosialisasikan paten kepada masyarakat dan memberikan insentif kepada invetor indonesia khususnya UMKM yang memiliki keterbatasan dana untuk mendaftarkan invensinya,” kata dia.

Sumber : pemberitaan DPR