PKS Tolak PP Pengupahan

Rabu , 25 Nov 2015, 18:51 WIB
Buruh berorasi ketika mengikuti aksi mogok di hari kedua di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta, Rabu (25/11). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Buruh berorasi ketika mengikuti aksi mogok di hari kedua di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta, Rabu (25/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Ansory Siregar menolak sebagian pasal dari PP 78/2015 tentang Pengupahan. Beberapa pasal PP tersebut dinilainya bertentangan dengan Undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Sejak awal Kelompok Komisi (Poksi) IX Fraksi PKS menolak pembahasan PP ini, termasuk saat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini dibahas. Oleh karena substansi dan prosesnya tidak dijalani dengan baik oleh pemerintah," katanya, Rabu (25/11).

Ia menjelaskan beberapa pasal yang bertentangan tersebut sebagaimana terdapat pada Pasal 12, 15, 16, 27, dan 44. Selain itu, penyusunan PP ini juga cacat prosedur karena tidak memiliki naskah akademik dan tanpa dilakukan public hearing

"Tidak ada keterlibatan buruh dan pengusaha dalam penyusunan PP ini. Sejak Februari 2015 sudah tidak ada lagi pertemuan tripartit yang serius membahas PP ini," tegasnya.

Menurutnya, hanya beberapa pertemuan sosialisasi dari apa yang dirumuskan oleh pemerintah tanpa mengindahkan masukan-masukan dari elemen buruh. Terdapat beberapa persoalan seputar upah yang masih krusial, seperti Kebutuhan Hidup Layak, Upah Minimum, Upah Sektoral, serta Struktur dan Skala Upah. 

Di Indonesia perhitungan upah minimum masih menggunakan perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sementara di banyak negara Asia sudah menggunakan metode Indeks Harga Konsumen (CPI).

"PP adalah wewenang Pemerintah, sehingga DPR tidak punya wewenang untuk mencabutnya. Ini sudah tercatat dalam Lembaran Negara, pencabutan PP ini hanya bisa dilakukan oleh Presiden sebagai pihak yang menandatangani PP atau Pengadilan yang sudah melakukan proses hukum terhadap PP ini," kata Ansory.