Selasa 23 Jul 2019 16:45 WIB

Anggota DPD Kritik Perlindungan Anak di Era Jokowi

Fahira Idris meminta jangan ada grasi terhadap pelaku kejahatan seksual anak.

Peringatan Hari Anak Nasional. Sejumlah Pengunjung mengamati pameran foto saat peringatan Hari Anak Nasional di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Selasa (23/7).
Foto: Fakhri Hermansyah
Peringatan Hari Anak Nasional. Sejumlah Pengunjung mengamati pameran foto saat peringatan Hari Anak Nasional di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Selasa (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli 2019 ini diharapkan menjadi evaluasi bagi Pemerintahan Presiden Jokowi terhadap upaya, aksi, dan regulasi yang telah digulirkan dalam hal perlindungan anak. Aktivis perlindungan anak yang juga Anggota DPD RI Fahira Idris menilai selama hampir lima tahun ini, program perlindungan anak tidak mengalami kemajuan signifikan.

Menurutnya, dalam beberapa hal, kebijakan Pemerintah malah kontraproduktif untuk melindungi anak dari tindak kekerasan terutama fisik dan seksual. Salah satunya adalah kebijakan memberikan grasi kepada Neil Bantleman terpidana 11 tahun kasus pelecehan seksual anak yang kini sudah bebas.

Ia mengungkapkan, dirinya mengapresiasi keputusan Presiden yang menjadikan kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa setara dengan narkoba dan terorisme pada 2016 silam. Namun, keputusan yang salah satunya dilatarbelakangi kasus pemerkosaan anak (YY) oleh 14 laki-laki di Bengkulu ini, tidak diiringi dengan rencana besar atau grand desain perlindungan anak.

"Rapor perlindungan anak kita belum mengembirakan atau masih jauh dari harapan. Bangsa besar ini belum punya grand desain perlindungan anak yang komprehensif. Alhasil program perlindungan anak sifatnya masih sporadis dan berjalan sendiri-sendiri," Katanya melalui keterangan yang diterima Republika.co.id, Selasa (23/7).

Ia mengatakan, upaya paling mendasar dan efektif dari program perlindungan anak secara nasional adalah menjadikan anak sebagai isu utama pembangunan di semua bidang. Dengan begitu diharapkan kasus-kasus kekerasan anak menurun drastis. Sebab, semua lini kebijakan pemerintah menjadikan anak sebagai parameter baik dari sisi regulasi maupun implementasi.

"Coba cek proses penyusunan RPJMN atau RPJMD, ada tidak yang memberi ruang kepada anak-anak kita untuk menyampaikan aspirasinya, pendapat, atau keinginan anak-anak tentang wajah Indonesia yang mereka inginkan. Padahal negeri ini milik mereka juga," ujar Fahira.

Dari sisi penegakan hukum kekerasan terhadap anak juga masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. “Saya juga berharap Presiden lebih bijak untuk tidak memberi grasi kepada terpidana pelaku kekerasan seksual kepada anak. Karena pemberian grasi ini menjungkirbalikkan upaya perlindungan anak yang sudah susah payah dibangun saat ini,” ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement