Senin 26 Nov 2018 20:13 WIB

Lemahnya Penegakan Hukum Buat Mafia Tanah Makin Berani

FKMTI diminta mengumpulkan semua bukti perampasan hak atas tanah.

Wakil Ketua Komite I Fahira Idris saat memimpin audiensi dengan FKMTI, Senin (26/11).
Foto: dpd
Wakil Ketua Komite I Fahira Idris saat memimpin audiensi dengan FKMTI, Senin (26/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite I DPD RI membahas masalah konflik perampasan lahan dengan Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI). Pertemuan tersebut digelar untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut, di Ruang Rapat Komite I, Gedung DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/11).

Wakil Ketua Komite I Fahira Idris saat memimpin audiensi dengan FKMTI tersebut memaparkan saat ini banyak terjadi permasalahan perampasan hak atas tanah di Indonesia. Menurut Senator DKI permasalahan terserbut sudah sangat memprihatinkan.

“Lemahnya penegakan dan sistem pencegahan dari pemerintah terhadap sistem permasalahan tanah ini mengakibatkan praktek mafia tanah semakin berani. Saya minta FKMTI mengumpulkan semua bukti perampasan hak atas tanah, dibukukan, nanti kami akan bentuk tim analisis, dan setelah kami analisis akan kami lanjutkan dengan memanggil Kementerian Agraria, Kepolisian dan stakeholder terkait untuk mencari solusi bagi korban,” kata Fahira.

photo
Komite I DPD RI membahas masalah konflik perampasan lahan dengan Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI).

Ketua FKMTI Supardi K. Budiardjo mengutarakan perampasan tanah ini sangat berbahaya. Mereka mengambil tanpa lewat transaksi jual beli. Banyak korban yang memiliki Surat Hak Milik tanahpun bisa kalah di pengadilan dan hilang kepemilikannya.

“Mafia tanah menggunakan surat-surat yang tidak sesuai untuk merampas hak tanah lewat pengadilan. Orang mempunyai SHM yang sah dan mempunyai kekuatan hukum tetapi oleh oknum di gugat hanya dengan alas hak girik dan bukan sesuai dengan tanah itu dan anehnya dimenangkan oleh peradilan bahkan oleh BPN SHM itu dibatalkan, ini sungguh luarbiasa aneh,” ujar Supardi.

Selain meminta penyelesaian terhadap kasus-kasus perampasan atas tanah yang terjadi, FKMTI menginginkan dibentuk suatu lembaga Ad Hoc untuk menyelesaikan permasalahan perampasan hak atas tanah ini melalui pengadilan agraria dan diselesaikan secara adil sehingga memiliki kepastian hukum. 

Salah satu contoh kasus yaitu Annie Sri Cahyani pada tahun 2006 membeli tanah di daerah Tangerang yang sudah bersertifikat hak milik, bahkan sudah dicek lewat BPN. Pada tahun 2007 sudah di balik nama, bahkan sudah di agunkan ke bank. Lahan yang sudah ber-SHM tapi dikalahkan di pengadilan oleh pengembang besar yang berbekal SHGB dengan obyek lahan yang sama.

“Padahal sampai saat ini saya masih membayar pajak atas tanah itu sampai sekarang. Saya sudah pernah mengadukan ke Obudsman tentang maladministasi ini yang dilakukan oleh oknum pengembang dan BPN, sudah 10 tahun kami perjuangkan, kami minta pemerintah mendengar keluhan kami,” ucap Annie.

Menanggapi hal itu, Senator Lampung Andi Surya prihatin atas banyaknya persengketaan tanah atau bahkan bisa dibilang perampasan terhadap hak-hak yang harusnya dihormati oleh hukum negara dan komponen pemerintahan.

“Ini luar biasa kasus yang terjadi di negera kita, padahal Undang-Undang Pokok Agraria jelas bahwa kedudukan SHM ini kuat dalam sisi hukum. Ini sama juga mencederai keadilan masyarakat, jika hukum tidak mampu memihak maka jalan lain yang ditempuh adalah lewat jalur politik, untuk memberi efek tekanan kepada praktik mafia tanah ini,” kata Andi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement