Selasa 19 Sep 2017 02:15 WIB

Lesu, Industri Rotan Perlu Dibangkitkan Lagi

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite II DPD RI dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Dirjen Industri Agro, Dirjen Pengelola Hutan Produksi Lestari, Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO),dan Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) di Komplek Parlemen Senayan, Senin (18/9).
Foto: dpd
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite II DPD RI dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Dirjen Industri Agro, Dirjen Pengelola Hutan Produksi Lestari, Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO),dan Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) di Komplek Parlemen Senayan, Senin (18/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha meminta pemerintah mengambil langkah untuk mengembalikan kejayaan industri rotan Indonesia. Majeni Effendi, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia mengatakan dampak negatif tentang ketentuan ekspor rotan yang merugikan para petani dan pengusaha rotan.

Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite II DPD RI dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Dirjen Industri Agro, Dirjen Pengelola Hutan Produksi Lestari, Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO),dan Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) di Komplek Parlemen Senayan, Senin (18/9).

Majeni mengemukakan bahwa walaupun larangan ekspor rotan yang terdapat pada Permendag 35/2011 sudah dicabut, namun pencabutan tersebut tidak serta merta membolehkan ekspor rotan, karena masih terkendala pada Permendag No.44/M-DAG/PER/7/2012 tentang 'barang dilarang ekspor' dimana rotan merupakan salah satunya.

'Untuk itu, kami berharapa pemerintah dapat merevisi Permendag itu,” ujarnya.

Larangan ekspor bahan baku rotan yang dahulu terdapat pada Permendag No. 35 tahun 2011 memunculkan fakta bahwa proteksi yang diberikan untuk memajukan industri mebel dan kerajinan rotan menimbulkan banyak kerugian terutama bagi para pelaku rotan. Walaupun Permendag 35/2011 telah dicabut namun dampaknya masih dirasakan oleh para pelaku rotan sampai sekarang.

Pada kesempatan tersebut, I Kadek Arimbawa selaku pimpinan rapat menyayangkan kelesuan terhadap industri rotan padahal Indonesia merupakan penghasil rotan terbesar di seluruh dunia. Padahal berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sekitar 85 persen bahan baku rotan dihasilkan dari Indonesia dan sisanya sebesar 15 persen dihasilkan oleh Filipina, Vietnam dan negara Asia lainnya.

“Kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan yang pada awalnya berdampak positif, ditandai dengan meningkatnya ekspor rotan pada tahun 2012-2013, kembali mengalami penurunan pada tahun 2014-2015. Salah satu penyebabnya adalah ketiadaan langkah strategis pemerintah dalam menjamin kelangsungan produksi dan penjualan rotan ke petani sehingga petani tidak berminat untuk menjual rotan karena harga rotan sudah tidak menarik lagi,” kata Kadek.

Senada dengan I Kadek Arimbawa, Senator Kalimantan Tengah, Permana Sari meminta pemerintah untuk memberikan ketegasan agar industri rotan dapat berjaya kembali. “Masyarakat merasa rotan sudah tidak menghasilkan uang banyak, bahkan ditempat saya sekarang banyak kerajinan dibuat dari plastik. Saya minta ketegasan dari pemerintah bagaimana menghidupkan kembali semangat dari para petani. Jika hal ini terus dibiarkan, dikhawatirkan lama kelamaan industry rotan akan mati,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement