Senin 11 Sep 2017 20:52 WIB

DPD: Indonesia Jadi Contoh Toleransi untuk Myanmar

Executive brief yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bersama Komnas Ham, aktivis UNHCR, dan akademisi Universitas Indonesia, di Komplek Senayan Jakarta, Senin (11/9).
Foto: DPD RI
Executive brief yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bersama Komnas Ham, aktivis UNHCR, dan akademisi Universitas Indonesia, di Komplek Senayan Jakarta, Senin (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Terkait konflik kemanusiaan yang terjadi di Myanmar, negara Indonesia sebagai negara multiagama, suku dan ras dapat menjadi contoh kerukunan bagi Myanmar. Hal tersebut terungkap dalam executive brief yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bersama Komnas Ham, aktivis UNHCR, dan akademisi Universitas Indonesia, di Komplek Senayan Jakarta, Senin (11/9).

Turut hadir dalam executive brief tersebut Wakil Ketua I DPD RI Nono Sampono, Wakil Ketua II Darmayanti Lubis, Anggota DPD RI Fahira Idris, Mervin Sadipun Komber, Siska Marleni, GKR Ayu Koes Indriyah, Abdul Qadir, M. Nabil, Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution, perwakilan UNHCR Nurul Rochayati, dan Guru Besar Fisip UI Maswadi Rauf.

Menanggapi persoalan kemanusiaan di Rohingya, DPD RI menggali informasi lebih dalam tentang fakta, latar belakang, dan tinjauan kemungkinan di masa depan. DPD RI juga melihat kemungkinan pengaruh konflik di Myanmar terhadap Indonesia pada umumnya, dan khususnya terhadap daerah atau provinsi yang paling dekat dengan daerah bergolak seperti provinsi-provinsi di Aceh, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau.

“Kita harus hati-hati dalam menyikapi permasalahan kemanusiaan ini, kita harus melihat dari sisi masalah kemanusiaan internasional yang terjadi di Myanmar, bukan dari etnis dan agama saja, saya kira Indonesia mampu menjadi leading untuk membantu menyelesaikan permasalahan di sana, karena ini juga amanat konstitusi,” ujar Darmayanti Lubis melalui siaran persnya.

Pada kesempatan yang sama Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menyampaikan bahwa jangan sampai ini menjadi masalah trans nasional atau masalah negara lain tetapi mengakibatkan dampak di dalam negeri. DPD RI dapat mendorong pemerintah untuk lebih terlibat jangan sampai dampak di sana akan mengakibatkan dampak lainnya di Indonesia.

"Saya kira hadirnya Indonesia di Myanmar memperlihatkan di mana posisi Indonesia bahwa kita juga mempunyai peranan penting menjaga perdamaian di kawasan ASEAN,” ujar Nono.

Setuju dengan pernyataan tersebut, menurut Meneger Nasution Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, meskipun ini persoalan negara lain, sekecil apa pun jangan sampai berimbas ke Indonesia. Latar belakang kemanusiaan akan menjadi perhatian oleh Komnas HAM. Khusus Indonesia menurutnya bisa punya agenda untuk leading di ASEAN dalam hal ini menjadi problem solver. "Dan sesuai peran fungsinya DPD RI dapat membantu mengedukasi masyarakat di daerah untuk bijak melihat permasalahan ini jangan cepat panas,” ujar Komisioner Komnas HAM tersebut.

Nurul Rochiya dari UNHCR memaparkan bahwa menghentikan konflik di Rakhine adalah hal terpenting saat ini, dan harus sesegera mungkin.  Sebab di sana orang-orang tanpa kewarganegaraan. Sehingga UNHCR mendesak Myanmar memberikan legal status kepada para pengungsi, dan meminta Myanmar mempertimbangkan status kewarganegaraan Rohinghya. "Solusi jangka panjang adalah penempatan pengungsi di negara ketiga dan itu sangat terbatas, atau mengizinkan untuk tinggal sementara di Indonesia selama masih mencari suaka,” ujar Nurul.

Kesimpulan yang diambil dari executive brief tersebut adalah bahwa masalah Rohingya harus diliat sebagai masalah kemanusiaan internasional. Efek dari konflik Rohingya akan menghadirkan jumlah pengungsi di Indonesia, Indonesia harus menjadi contoh toleransi dari Pemerintah Myanmar tentang kerukunan antar hidup beragama, dan dari executive brief ini DPD RI akan segera melakukan pembahasan dan memberikan rekomendasi solusi dari persoalan dan masalah kepada pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement