Kamis 03 Aug 2017 17:28 WIB

DPD: Jokowi Belum Serius Tangani Kasus HAM di Papua

Rep: Kabul Astuti/ Red: Qommarria Rostanti
Rakyat Papua Demonstran dari Koalisi Peduli HAM Papua melakukan aksi damai di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (15/12).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Rakyat Papua Demonstran dari Koalisi Peduli HAM Papua melakukan aksi damai di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan penembakan oleh pihak kepolisian terhadap warga Kampung Oneibo, Kabupaten Deiyai, Papua, terjadi pada Selasa (2/8). Satu warga bernama Yulianus Pigai tewas, sedangkan tiga warga Kampung Oneibo lainnya terluka.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengambil inisiatif dan memimpin penyelesaian kasus-kasus kemanusiaan di Tanah Papua secara dialogis dan damai. Komnas HAM juga mendesak kepolisian segera mengusut kasus ini sampai tuntas secara profesional dan independen.

Wakil Ketua Komite III DPD asal Papua, Charles Simaremare, sangat menyayangkan kejadian yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa ini. Charles mengatakan komitmen Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah HAM di Papua masih kurang.

Menurut Charles, Presiden Jokowi sudah pernah berjanji akan menyelesaikan masalah HAM di Papua ketika menghadiri perayaan Natal di Lapangan Mandala, Jayapura, Papua pada 2014 silam. Janji itu diucapkan tepat setelah peristiwa penembakan warga sipil di Kabupaten Paniai, Papua pada 8 Desember 2014.

Tiga tahun berlalu, Charles mengaku sampai sekarang tidak mengetahui tindak lanjut rencana pembentukan tim yang diusulkan Presiden ini. "Jokowi berjanji akan membentuk tim untuk menangani pelanggaran HAM secara khusus yang terjadi di Papua, tapi sampai sekarang sangat mengecewakan tidak ada tindak lanjutnya," kata Charles, kepada Republika.co.id, Kamis (3/8).

Di bidang lain, Charles mengatakan bahwa Jokowi sudah memberikan perhatian cukup besar kepada Tanah Papua, khususnya dalam pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Namun, dalam bidang penegakan HAM ini, kata dia, langkah-langkah Jokowi sangat jauh dari yang diharapkan masyarakat.

Charles menuturkan, banyak persoalan sensitif di Tanah Papua. Persoalan sosial, ekonomi, internal suku, dan politik pilkada, bisa menjadi benih konflik yang melebar. Menurut Charles, dibutuhkan pemimpin, khususnya di bidang TNI dan Polri, yang betul-betul jeli dan bisa memetakan daerah-daerah rawan konflik di Papua.

Dia menyebut, pemetaan yang dilakukan pemerintah selama ini belum cukup komprehensif untuk merekam gejala di tengah masyarakat. Pemetaan yang dilakukan hanya dilihat dari satu sisi. Menurut dia, pemerintah hanya memetakan potensi gangguan keamanan dari pihak-pihak yang memiliki pemahaman politik berseberangan, padahal potensi konflik di Papua tidak hanya itu. "Di sini, sangat mudah sekali beririsan masyarakat dengan masyarakat, kelompok dengan kelompok. Apalagi kalau sudah diboncengi dengan keinginan-keinginan sebagian kecil orang tertentu," ujar Charles.

Charles berharap pemerintah dapat menutup rapat-rapat celah yang memungkinkan suatu konflik sosial ditunggangi kelompok tertentu. Menurut Charles, para pejabat yang dikirim dari pusat seperti TNI, Polri, dan BIN, harus betul-betul orang yang sudah mengetahui situasi sosial budaya di Tanah Papua.

Presiden, kata Charles, ikut terlibat menangani masalah-masalah HAM di Papua. Konflik sosial di Papua sudah berulang kali menyebabkan korban jiwa, tetapi menurutnya minim penyelesaian. Dia mendesak Presiden bersikap adil terhadap seluruh warga negara, termasuk yang berada di Tanah Papua.

Pihaknya meminta wujud nyata Presiden sesuai dengan janjinya untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lampau dan untuk tidak mengulangi lagi pelanggaran HAM di masa pemerintahannya. "Sudah semestinya Jokowi harus memberi perhatian," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement