Sabtu 15 Oct 2016 01:23 WIB

Pengesahan Perppu Kebiri Pijakan Awal Menuju Indonesia Ramah Anak

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ani Nursalikah
 Ilustrasi hukuman kebiri
Foto: Ilustrasi : Nabiila Lubay
Ilustrasi hukuman kebiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Regulasi yang mengatur pemberatan hukuman dan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan anak, seperti hukuman kebiri itu disahkan dalam sidang paripurna DPR pada Rabu (12/10).

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris menilai pengesahan UU Perlindungan Anak menjadi pijakan awal menuju Indonesia yang ramah anak. Menurutnya, menjadikan kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa dalam hukum positif Indonesia merupakan langkah paling awal yang sangat tepat untuk menciptakan sistem perlindungan anak yang komprehensif.

"Sistem hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan terhadap anak akan sangat membantu derap langkah dan upaya semua elemen masyarakat untuk melindungi anak Indonesia dari tindak kekerasan terutama seksual," ujar Fahira dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Jumat (14/10).

Menurutnya, berbagai upaya harus dilakukan untuk mencegah kejahatan kepada anak mengingat kondisi kasus kekerasan anak sudah kritis. "Semua celah-celah harus kita tutup. Semua lubang harus kita kunci agar tidak ada ruang bagi orang-orang dewasa biadab yang mengincar anak-anak kita,” ujar Fahira.

Namun demikian, Fahira mengatakan walau hukuman pidana maksimal di UU tersebut sampai hukuman mati bagi pelaku kekerasan terhadap anak, tidak akan bermakna jika tidak diimbangi upaya pemerintah. Yakni tidak segera menyiapkan sistem perlindungan anak yang sinergis dan holistik baik preventif maupun penanggulangan yang efektif untuk mengatasi persoalan kejahatan kekerasan anak.

Selain itu, tantangan setelah disahkan UU ini akan semakin berat karena keberhasilan sebuah regulasi terutama undang-undang adalah sejauh mana obyek yang diatur dalam undang-undang tersebut, dalam hal ini tindak pidana kekerasan terhadap anak, tidak lagi dilanggar.

Oleh karena itu, tugas besar pemerintah dan semua elemen masyarakat untuk mengkampanyekan bahwa kekerasan anak adalah kejahatan luar biasa seperti halnya korupsi, terorisme, dan narkoba.

“Kekerasan terhadap anak tidak akan berkurang jika kita hanya mengandalkan pemidanaan saja. Kekerasan anak itu kompleks, di dalamnya ada dimensi sosial, budaya, kesejahteraan, pendidikan, dan lainnya,” kata Fahira.

Di banyak negara, lanjut Fahira, upaya mengubah mindset masyarakatnya bahwa kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa sudah hampir selesai, sehingga fokus mereka saat ini adalah bagaimana setiap kebijakan-kebijakan publik atau negara tidak merugikan kesejahteraan anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement