Selasa 31 May 2016 18:53 WIB

Obligasi Makin Diminati Jadi Sarana Investasi

Petugas mengamati pergerakan nilai obligasi di BRI Dealing Room, Jakarta, Rabu (18/6).
Foto: Republika/ Wihdan
Petugas mengamati pergerakan nilai obligasi di BRI Dealing Room, Jakarta, Rabu (18/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Departemen Penerbitan Surat Utang OJK, Yunita Gandasari mengatakan diperlukan adanya perda untuk obligasi daerah. Dia mengatakan obligasi daerah merupakan salah satu jalan untuk percepatan pembangunan.

“Namun tidak ada yang perlu ditakutkan sebenarnya, karena dengan litigasi resiko yang baik, manajemen yang bagus maka obligasi daerah merupakan salah satu jalan untuk percepatan pembangunan,” katanya.

Direktur Utama Indonesia Bond Pricing Agency Ignatius Girendroheru menjelaskan tren pertumbuhan obligasi di Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahun. Hal ini membuktikan kebutuhan obligasi dari korporasi dan pemerintah meningkat. Sedangkan untuk dan yield atau tingkat pengembalian kondisi pasar cukup stabil yang dilihat dari inflasi dan BI rate, salah satu faktor ini mempengaruhi obligasi pemerintah dan obligasi korporasi.

“Obligasi begitu diterbitkan maka obligasi dapat diperdagangkan, dari data saat ini perdagangan obligasi 13,8 triliun perhari dipasar sekunder untuk obligasi pemerintah, sedangkan obligasi korporasi 5-6 triliun perhari, ini membuktikan pasarnya cukup aktif,” kata Ignatius.

Ia justru menyayangkan karena profil investor untuk obligasi pemerintah saat ini sebesar 38,1 persen atau Rp 619 triliun dimiliki oleh asing, sisanya dimiliki reksadana, perseorangan, Bank Indonesia dan lain-lain.

Wakil Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Provinsi DKI Jakarta Michael Rolandi. Menurutnya, pemprov DKI Jakarta pada tahun 2011 lalu nyaris mengeluarkan obligasi karena telah memenuhi berbagai persyaratan. Namun, proses hingga kini tertunda akibat pergantiaan pimpinan pada pilkada 2012.

“Kami sudah memegang persetujuan dari DPRD, dan persetujuan prinsip Kemendagri atas perintah Kemenkeu dan Kemenkeu sudah menerbitkan izinnya untuk obligasi daerah, memang proses dari 2010 kita akan biayai yang kita anggap perlu, diantaranya RS Pasar rebo, terminal pulau gebang, rusun, nilai waktu itu 1,7 triliun, namun karena ada pergantian Pimpinan DKI 2012 makanya terpending prosesnya hinggga saat ini,” katanya.

Senator asal DIY, Hafidz Ashrom menyarankan agar pengelolaan obligasi daerah dilakukan secara independen bukan dikelola oleh BUMD. “BUMD sarat kepentingan karena dipilih oleh pimpinan eksekutif seperti bupati, walikota atau gubernur. Maka sebaiknya dikelola oleh independen sehingga obligasi daerah benar-benar bisa dijaga kewajiban pembayaran utang dan bunga yang jatuh tempo,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement