Senin 04 Apr 2016 17:23 WIB

Duh, di Nias Perlu Listrik 20 MegaWatt Hanya Tersedia 1 Megawatt

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Dwi Murdaningsih
Transmisi listrik PLN
Foto: M Syakir/Republika
Transmisi listrik PLN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite II Parlindungan Purba, mendesak PLN segera memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Nias. Sebab, Pulau Nias yang terdiri dari empat kabupaten dan satu kota itu kerap mengalami krisi listrik.

Dengan pendudukan sekitar 900 ribu jiwa, Pulau Nias terdiri dari Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunungsitoli.

"Disana kebutuhan listriknya 20 megawatt, tapi yang tersedia hanya 1 megawatt," kata Parlindungan, kepada wartawan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/4).

Intinya, kata dia, di Nias manajemen PLN tidak mempunyai kontigensi plan. Padahal, dirinya sudah mengingatkan bahwa kontrak penyediaan listrik di wilayah tersebut habis pada 1 April 2016.  Akibatnya, pedaman menjadi pemandangan yang sering dijumpai di daerah yang berada di Provinsi Sumatera Utara itu.

"Mengapa tidak diantisipasi. Jadi tolong dipahami sekarang ini sedang dalam masa Ujian Nasional bagi anak sekolah," ucapnya.

Parlindungan menilai, kondisi ini menandakan tidak adanya perhatian serius mengenai ketersediaan listrik di pulau Nias. Buktinya, lanjut dia, pada bulan Februari hingga Maret, meski sudah mengingatkan, tapi tidak direspon.

Sebelumnya, Sudah 3 hari sejak Sabtu (2/4/2016) lalu Pulau Nias, Sumatera Utara mengalami krisis listrik akibat 2 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) 2 x 10 MW yang disewa PLN berhenti beroperasi. Pada Jumat (1/4) malam, pemilik PLTD memberhentikan operasi mesin tersebut karena masalah kontrak dengan PT PLN (Persero). Saat ini Nias mengalami krisis listrik sebanyak 74,07 persen atau sebesar 20 MW, dari total beban puncak sebesar 24 MW.

Akibat kondisi itu, masyarakat sempat mendemo pemerintah setempat bahkan hampir menjurus anarkis. Oleh karena itu, DPD akan mengirim surat kepada Presiden, untuk menunjukan bahwa pihaknya protes keras atas pembiaran ini.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Alihuddin Sitompul, menyatakan, masalah krisis listrik ini sepenuhnya tanggung jawab PLN. Menurutnya, krisis terjadi karena PLN tidak antisipatif, kontrak yang hampir habis tidak diperhatikan dengan baik.

Ia melihat, kejadian di Nias merupakan domain korporat, bukan keputusan pemerintah. "Seharusnya bisa diantisipasi lebih awal. Namanya kontrak tentu ada aba-aba di awal. Selama 3-6 bulan sebelum kontrak berakhir harus ada antisipasi," kata dia.

Alihuddin mengaku, tidak mengetahui detil permasalahan antara PLN dengan pemilik PLTD. Sebab, secara kebijakan dan regulasi sudah diserahkan ke PLN. Pemerintah tidak bisa masuk ke kontrak antara PLN dengan mitranya, karena sifatnya business to business.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement