Sabtu 05 Dec 2015 18:32 WIB

Bung Karno Disebut Pembela Islam

Proklamator Sukarno berkuda sembari menginspeksi pasukan TKR.
Foto: ANRI
Proklamator Sukarno berkuda sembari menginspeksi pasukan TKR.

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Meski disebut dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), komitmen proklamator sekaligus Presiden Indonesia pertama, Sukarno dengan Islam dinilai tak terbantahkan.

Anggota MPR dari kelompok DPR (PDIP) Hamka Haq menjelaskan, peran Bung Karno, sapaan akrab Sukarno, dalam pembentukan komposisi Panitia Sembilan yang hendak merumuskan dasar negara menjadi bukti dari komitmennya.

Awalnya, Ketua DPP PDIP bidang Keagamaan dan Kepercayaan itu menjelaskan, Ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dr Radjiman hanya menempatkan dua wakil dari kelompok Islam dalam Tim Delapan. Mereka adalah Ki Bagoes Hadikoesoemo dan KH Wahid Hasjim. Hanya, Bung Karno kemudian merombak tim tersebut dengan membentuk Panitia Sembilan.

Dalam Panitia Sembilan, dia menjelaskan, Bung Karno menambah perwakilan dari umat Islam menjadi empat. Mereka yakni KH Wahid Hasjim, Abdulkahar Muzakkir, H Agus Salim dan Abi Koesno Tjokrosoejoso. Sementara itu, empat tokoh lainnya merupakan kaum nasionalis dan Bung Karno memosisikan diri sebagai penyeimbang.

"Jadi kalau ada orang mengatakan Bung Karno tak membela Islam, salah," ujarnya saat menjadi pembicara dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR, di Bengkulu, Sabtu (5/12).

Panitia Sembilan kemudian merancang Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal pembukaan UUD 1945.  Ketika itu, dia menjelaskan, desakan untuk memberlakukan Islam sebagai dasar negara sangat kuat.

Pada 22 Juni 1945, Piagam Jakarta pun dirumuskan dengan menambah tujuh kata pada sila pertama Pancasila. 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.'

Usai dirumuskannya Piagam Jakarta, Hamka mengungkapkan, kelompok non-Islam dari Indonesia timur kemudian menghadap Bung Karno. Mereka meminta agar tujuh kata itu dihapus. Bung Karno kemudian menyerahkan penyelesaian permasalahan tersebut kepada Bung Hatta. Lantas, Bung Hatta menghubungi perwakilan kelompok Islam sehingga redaksi Piagam Jakarta berubah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement