Ahad 06 Sep 2015 21:44 WIB

DPD: Pengaturan Dana Desa Terganjal Regulasi Berbelit

Rep: c05/ Red: Maman Sudiaman
Dana desa/ilustrasi
Foto: ist
Dana desa/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Komite 1 DPD RI Fachrul Rozi menyatakan epicentrum permasalahan dana desa saat ini berada di pemerintah pusat. Dalam pandangannya masih terjebak pada alur regulasi yang berbelit belit.

"Alur regulasi berbelit belit ini akibat dana desa seksi secara politik. Dimana banyak kementerian yang ingin menjadi penangggung jawabnya," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Ahad (6/9).

Dia menyebutkan setidaknya saat ini dua kementerian yang menangani terkait dana desa, yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan juga Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kementerian PDDT).

Alasannya dana desa seksi secara politik karena ini bisa dimanfaatkan untuk pembangunan basis massa bagi parpol yang duduk di kementerian terkait. Misal Kemendagri yang dipegang PDIP dan juga Kementerian PDDT dipegang oleh PKB. Ditambah lagi anggaran dana desa yang begitu besar yakni mencapai Rp 20,7 triliun untuk tahun ini.

Saat ini proses regulasi yang terjadi memakan waktu sembilan bulan di pemerintah pusat. Lalu baru dana yang ada turun ke pemerintah kota dan kabupaten. "Secara total dana mesti bisa turun lagi ke daerah dengan waktu tersisa tiga bulan.  Ini jelas sulit terealisasikan," jelasnya.

Mestinya proses regulasi di pusat tak mesti memakan hingga sembilan bulan. Jika acuannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa jelas bahwa untuk masa transisi yang menggarap Kemendagri. Barulah setelah itu ada Kementerian PDDT kewenangan tersebut diserahkan ke mereka.

"Di sini saya lihat Presiden Jokowi tak tegas. Jadi dalam praktik dua kementerian ini saling tumpang tindih dalam menggarap dana desa," jelasnya. Harusnya acuannya hukum dan bukan politik.

Saat ini anggaran dana desa mencapai total Rp 20,7 triliun untuk tahun 2015. Dimana anggaran yang sudah sampai ke Kabupaten dan Kota masih berkisar 80 persen atau Rp 16 triliun. Namun di situ mayoritas dana dari kabupaten atau kota belum tersalur ke desa desa yang ada.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement