REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) masih tersandera meski usianya kini sudah sepuluh tahun sejak awal berdiri. Ketua DPD Irman Gusman mengungkapkan konsolidasi kelembagaan DPD seharusnya sudah menemukan bentuknya setelah dua periode berlalu.
"UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana pengganti UU sebelumnya ternyata tidak mencermati perubahan mendasar yang sedang terjadi tersebut dan masih menyandera peran DPD," ujar Irman disela pertemuan Refleksi Akhir Tahun 2014 'Menutup Tahun Politik, Mengawali Konsolidasi Nasional' di Gedung DPD di Jakarta, Senin (22/12).
Hasil Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 tentang Judicial Review UU MD3 No. 27 Tahun 2009 juga belum dilaksanakan oleh pembentukan UU.
Karena itu, Irman berharap revisi UU MD3 yang sedang terjadi mampu mereposisi kedudukan dan kewenangan kelembagaan ini dalam rel yang seharusnya. Sebagaimana dalam Keputusan MPR RI Nomor 4/MPR/2014 tentang pentaan sistem ketatanegaraan Indonesia melalui perubahan UUD 1945. Dimana salah satu poinnya menyebutkan penataan kewenangan DPD dalam pelaksanaan fungsi legislasi untuk mengusulkan, membahas, menyetujui RUU tertentu, melaksanakan fungsi anggaran bersama DPR dan pemerintah serta melaksanakan fungsi pengawasan atas UU dimaksud.
Irman berharap apa yang diputuskan MK sebelumnya bisa memperkuat DPD. Dengan kata lain, DPD mendapatkan kewenangan sesuai yang diputuskan.
Namun Irman menyangkan hasil revisi UU MD3 yang baru saja disahkan justru tak memasukan substansi kepentingan DPD. Hasil revisi hanya memutuskan soal alat kelengkapan DPR. Revisi terutama untuk mengakomodasi islah dua kubu di DPR, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
"UU MD3 sebagaimana kita ketahui kesannya dibuat terburu-buru. Di DPR sendiri suaranya tidak bulat," kata Irman.