Kamis 17 Feb 2011 18:27 WIB

KPI: Industri Media Televisi Gerogoti Budaya Bangsa

REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR--Industri media kapitalistik semakin terasa melalui tayangan di televisi secara pelan-pelan mulai menggerogoti nilai budaya dan idiologi bangsa. "Televisi menyajikan tayangan yang pelan-pelan menggusur ideologi kita," kata, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, bidang perizinan, Iswandi Syahputra pada dialog "penguatan peran KPI sebagai regulasi penyiaran" di Makassar, Kamis.

Dengan kepentingan industi dan mengejar keuntungan, pemilik modal memberikan kebutuhan semu bagi masyarakat, karena melalui tayangan televisi saat ini didominasi acara yang berbau kekerasan, adegan seks, sinetron, infotainment dan acara hiburan lainnya. Iswandi mengemukakan, sinetron dan acara hiburan lainnya yang hanya mengeksploitasi gadis-gadis cantik, berkulit putih, rambut lurus, adalah penipuan sistematik yang telah melukai anak bangsa yang memiliki bentuk fisik yang berbeda.

"Kasus kekerasan mendominasi isi siaran. Seharusnya kebebasan memiliki tanggungjawab sosial. Sebab umumnya publik hanya bisa menuntut, tetapi tidak bisa memberi," jelasnya. Untuk itu, KPI menuntut agar revisi UU Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, memberikan kewenangan penuh kepada KPI untuk memberikan sanksi pencabutan hak siar kepada media yang hanya mementingkan keuntungan.

Iswandi juga mengemukakan, satu televisi atau media lain tidak boleh menguasai 35 persen khalayak, sehingga revisi UU penyiaran harus mempertegas durasi waktu televisi untuk siaran lokal.

Sementara, mantan anggota KPID Sulsel, Hidayat Nahwi Rasul mengatakan bahwa media saat ini, khususnya televisi begitu kebablasan dalam hal pornografi dan beragam kekerasan. "Coba banyangkan ketika media mencari uang dengan terus menyajikan popularitas Aril dan Luna Maya. Bisa dibayangkan jika generasi kita nantinya menganggap hal tersebut biasa. Media cari uang dari tercabutnya akar budaya kita," ucapnya.

Hidayat yang baru terpilih jadi anggota Komisi Informasi Publik (KIP) Sulsel menilai, media saat tidak lagi memperdulikan akan fungsi media yakni edukasi. "Media mengalami disfungsi yang sangat patal, didominasi dunia hiburan. Lihat saja ada kuis milioner yang begitu mendidik, namun diganti dengan acara menebak uang dalam koper yang dibawa oleh perempuan rok pendek," tuturnya.

Ia juga menyindir, pemilik media dinegeri ini yang seolah-olah mereka bisa menentukan baik-buruknya sesorang.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement