BANDUNG -- Ketenaran nama jalan Braga di Kota Bandung tempo dulu tampaknya tidak pernah dilupakan di tengah kemajuan ibukota Provinsi Jawa Barat yang terkenal sebagai kota kembang dan memiliki suasana alam sejuk serta salah satu kota tujuan wisata utama di Indonesia.Pantauan ANTARA, Minggu, kesibukan kegiatan penataan mempercantik jalan Braga terus berlangsung seperti pemasangan paving blok beton khusus yang akan membedakan jalan yang dibangun dan sudah ada sebelum tahun 1810 itu yang sebelumnya bernama jalan Bragaweg saat pemerintahan kolonial Belanda.
Dari cara bekerja orang-orang yang terlibat penataan jalan Braga terkesan sangat lambat dan hati-hati sehingga lebih dari dua bulan jalan yang menawarkan suasana lain pada malam itu hanya dapat dimanfaatkan dan dijalani separu saja.
Jalan Braga yang bergengsi dan cukup menomental di Kota Bandung dan pada malam hari menjadi tempat orang-orang bersantai di sejumlah cafe dan rumah hiburan termasuk arena permainan biliar itu, dulu pernah bernama jalan Pedati karena sering hanya dilewati Pedati dan jalan Braga berubah setelah tahun 1920-an sejalan pembangunan Kota Bandung sebagai pusat pemerintahan sipil.
Hers Suganda, wartawan senior dalam bukunya "Jendela Bandung, Pengalaman Bersama Kompas" banyak mengungkap sejarah dan kenangan lama jalan Braga yang menjadikan orang yang datang ke Bandung selalu berusaha menyempatkan datang atau hanya sekedar melintas di jalan yang juga terdapat gedung tua tempat Kantor Berita Indonesia ANTARA Biro Jawa Barat.
Jalan Braga juga menyimpan sejarah lama berupa bangunan tua yang masih kokoh berdiri dan dimanfaatkan hingga saat ini seperti gedung AACC atau bekas Majestic dibuat tahun 1925 arsitek CP Wolff Schoemaker, gedung apotik dan gudang Kimia Farma dibangun tahun 1902, bekas hotel Braga 1928-1931, Sarinah (1937-1940), BPD Jabar-Banten (1935) dirancang AF Aalbers, gedung Dekranasda Jabar (1919).
Sedangkan gedung LKBN ANTARA Biro Jabar di jalan Braga 25 dibangun tahun 1936 oleh arsitek A.F.Aalbers, juga gedung Lingling (1925), gedung Gas Negara (1930) dirancang RLA Schoemaker, Forty Three Furniture (1915), eks toko Populer (1915), Sibayak dll (1920) perancang GS Bel, deretan Sinsin, Tiffany"s, Sinar Mas (1935), deretan toko Kasum (1923), toko Welcome, Nerth Sea Bar (1937), deretan Cuero (1928-1931), deretan toko Elegance (1950), bekas gedung Permorin (1924) perancang PJC Van Kleeff BNA, gerbang pintu Permorin (1920), deretan Sentral Biliar (1930), Ega Kineta (1955), dan Lether Palace (1955).
Gedung tua lainnya yang terdapat di jalan Braga yaitu Centre Point dibangun tahun 1925 oleh perancang gedung CP Wolff Achoemaker, Bank Indonesia cabang Bandung (1917) perancang Edward Cuypers, Landmark Building (1922) dan bekas gedung Polda Jabar (1917) keduanya dirancang CP Wolff ShOemaker.
Sindir
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan di sela-sela pembukaan Munas Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) belum lama ini memberikan sindiran."Kalau saja penjajah (pemerintah kolonial) Belanda bisa membangun gedung yang bagus dan memiliki kekuatan hingga mencapai 70 tahun seperti Gedung Sate, dan banyak lainnya di Bandung, Kenapa sebagai anak bangsa anggota Gapensi tidak bisa," sindirnya.
Kendati pelaksanaan pembangunan gedung-gedung tua di Bandung itu bangsa penjajah, tapi karena ada kejujuran dalam membangun maka hasilnya bagus dan kuat bertahan hingga lama. "Kalau saja pelaksana pembangunan yang anak negeri ini juga bisa ju8jur, hasiknya pasti bisa lebih baik dari hasil karya bangsa penjajah," ucapnya di hadapan peserta Munas Gapensi yang dibuka Wapres Jusuf Kalla di hotel Hyatt Bandung, Senin(17/12).ant/kp