Senin 28 Feb 2011 17:35 WIB

Dilarang Aktivitas, Ahmadiyah Jatim Mengaku Siap

Ahmadiyah, ilustrasi
Foto: Antara
Ahmadiyah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pengurus Jamaah Ahmadiyah Jawa Timur menyatakan pihaknya siap mematuhi Surat Keputusan (SK) Nomor 188/94/KPTS/013/2011 tentang Larangan Aktivitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di provinsi itu. "Kami belum terima SK, tapi kalau SK itu turun, kami akan mematuhi, kami akan menurunkan papan nama, karena agama mengajarkan kepatuhan pada pemerintah," kata Ketua Forum Cendekiawan Ahmadiyah Jatim Ustadz Hamid Ahmad di Surabaya, Senin (28/2).

Ia mengemukakan hal itu menanggapi SK yang dikeluarkan Gubernur Jawa Timur Soekarwo tentang pelarangan aktivitas JAI mulai dari lisan, tulisan, papan nama organisasi/masjid/mushalla, lembaga pendidikan, dan segala bentuk atribut JAI. Menurut dia, pihaknya akan membahas SK itu bersama pengurus Ahmadiyah Jatim, dan akan segera bertanya langsung kepada pemerintah daerah tentang alasan pelarangan yang terkesan diskriminatif itu.

"Kalau pemerintah yang meminta, kami akan taat, tapi kami mempertanyakan kenapa pelarangan itu tanpa dialog. Itu sepertinya kami diadili sepihak, didzalimi. Mestinya, nggak boleh diskriminasi begitu," ucapnya, menegaskan.

Apalagi, lanjut dia, pelarangan itu didasarkan pada pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sifatnya "apa kata orang" dan tanpa bertanya kepada Ahmadiyah secara langsung. "Polisi saja kalau menangkap pencuri itu tidak langsung diseret ke pengadilan, tapi diperiksa dulu dengan saksi dan bukti-bukti yang ada. Mestinya, kami juga dipanggil dan dikonfirmasi," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa Ahmadiyah itu menggunakan Al Quran, membaca syahadat, kiblat untuk shalat, nabi, dan hal-hal lainnya yang sama dengan umat Islam pada umumnya. "Kalau dibilang kami punya kitab suci Tadzkirah itu nggak betul, karena kita suci kami tetap Al Quran. Mirza Ghulam Ahmad itu juga bukan nabi, tapi penerus nabi seperti Imam Mahdi atau Isa Almasih," paparnya.

Di Jatim, pengikut Jamaah Ahmadiyah berjumlah sekitar 1.000 orang yang tersebar di Surabaya, Gresik, Madiun, Banyuwangi, dan Jember dengan mayoritas berada di Surabaya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement