Senin 21 Feb 2011 08:44 WIB

Monopoli Pengeloaan Besi bekas Freeport Disoal Warga

Freeport
Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA - Ketua Asosiasi Pengelolaan Limbah B3 Indonesia (APLI) Cabang Papua, Andreas Anggaibak mengingatkan, PT Freeport Indonesia dan pihak-pihak terkait lainnya agar tidak memonopoli pengelolaan besi bekas dari perusahaan itu.

Anggaibak mengatakan selama tiga hingga empat tahun terakhir pengelolaan besi bekas Freeport diserahkan kepada masyarakat suku Kamoro yang selanjutnya dipercayakan kepada CV Putra Otomona milik Georgorius Okoware. Namun menurut Anggaibak, mekanisme seperti itu hanya menimbulkan kecemburuan sosial, karena masyarakat suku Kamoro yang lainnya tidak menikmati uang hasil penjualan besi bekas tersebut.

"Kami minta ini dihentikan. Freeport kasih ke dia (CV Putra Otomona) dasarnya apa. Apalagi dia sudah ambil sangat banyak lebih dari 20 ribu ton," kata Anggaibak.

Ia meminta pengelolaan besi bekas Freeport harus adil dan merata bagi semua pihak terutama masyarakat suku Amungme dan Kamoro yang merupakan pemilik ulayat atas areal konsesi perusahaan tambang emas, tembaga dan perak asal Amerika Serikat itu.

"Kami juga punya hak untuk mengelola besi bekas Freeport itu. Harus ada pemerataan supaya tidak terjadi kecemburuan sosial di tengah masyarakat," ujar mantan Ketua DPRD Mimika periode 1999-2004 itu.

Anggaibak mengatakan, masyarakat suku Amungme melalui Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) dan beberapa tokoh masyarakat Amungme pernah mengelola besi bekas Freeport sebanyak 15 ribu ton beberapa tahun lalu.

Anggaibak mengaku, memperjuangkan pengelolaan besi bekas Freeport untuk kepentingan masyarakat suku Amungme dan Kamoro. "Sayalah yang pertama kali memperjuangkan barang ini supaya ada manfaat bagi masyarakat asli Mimika. Tapi sekarang justru dimonopoli oleh satu orang bahkan gara-gara ini terjadi perkelahian. Ini sangat memalukan," ujar Anggaibak dengan nada kecewa.

Ia mensinyalir adanya monopoli pengelolaan besi bekas Freeport tidak lepas dari adanya intervensi salah satu petinggi di Freeport. "Saya tahu ada oknum pejabat Freeport yang berada di belakang CV Putra Otomona," tutur Anggaibak sembari menolak merinci identitas petinggi Freeport dimaksud.

Masalah pengelolaan besi bekas Freeport juga pernah dipersoalkan oleh Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko), Laurents Paterpauw beberapa waktu lalu. "Kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Kamoro bahwa Lemasko tidak pernah menerima uang dari PT Freeport untuk pengelolaan besi bekas," kata Paterpauw beberapa waktu lalu di Timika.

Ia mengatakan, pengelolaan besi bekas Freeport selama tiga tahun terakhir ditangani CV Putra Otomona dan hingga kini belum ada satu sen pun dari kegiatan itu yang disetor ke kas Lemasko.

Selama kurun waktu tiga tahun itu, katanya, CV Putra Otomona akan mengelola 15 ribu ton besi bekas dimana hingga September 2010 telah dikapalkan sebanyak 8.001 ton besi bekas ke Jakarta. Besi bekas tambang Freeport selama ini menjadi rebutan banyak pihak di Timika bahkan melibatkan para pejabat teras di Jakarta karena harganya yang cukup menggiurkan dari kisaran Rp1.200 per kilo gram.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement