Rabu 02 Feb 2011 19:30 WIB

Kemendagri Tegaskan Risma Tak Bisa Digulingkan

Walikota Surabaya Tri Rismaharini
Walikota Surabaya Tri Rismaharini

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengambil sikap resmi terkait upaya penonaktifan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini oleh DPRD Surabaya berupa jaminan bahwa pemerintahan yang dipimpin Tri Rismaharini tetap sah dan tidak bisa digulingkan.

"Tidak cukup alasan bagi DPRD Surabaya untuk menonaktifan wali kota," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Reydonnyzar Monek saat dihubungi melalui ponselnya dari Surabaya, Rabu.

Menurut dia, keputusan itu diambil setelah pihaknya mempelajari situasi yang terjadi termasuk Perwali 56 dan 57 Tahun 2010 tentang kenaikan pajak reklame yang dijadikan dasar DPRD Surabaya menonaktifkan wali kota. Sesuai rencana paling lambat arahan itu akan dipublikasi Kemendagri pada Jumat (4/2).

Oleh sebab itu, Kemendagri meminta wali kota untuk tetap fokus menjalankan roda pemerintahan. Dia menjamin bahwa pemerintahan Tri Rismaharini yang berjalan saat ini masih sah di mata pemerintah.

Kemendagri justru merasa janggal dengan sikap DPRD yang memunculkan opsi penonaktifan wali kota. Apalagi, substansi yang dipermasalahkan adalah perwali tentang pajak reklame.

Meski demikian, lanjut dia, pihaknya memahami bahwa keputusan final terkait rekomendasi DPRD Surabaya itu ada di Mahkamah Agung (MA). Namun, pihaknya selaku penjamin legalitas pemerintahan daerah siap mengintervensi.

Apalagi, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah mengisyaratkan tiga hal bergantinya pemerinthan daerah, yakni berhenti (mengundurkan diri), diberhentikan atau meninggal dunia.

Ia menjelaskan, poin diberhentikan memang sudah dilakukan DPRD Surabaya. Namun, itu tidak serta merta bisa dikabulkan karena banyak aspek yang harus diperhatikan, salah satunya, dasar terjadinya penonaktifan wali kota.

Perwali 56 dan 57, menurut dia, hanya sebatas kesalahan administratif yang tidak bisa dicampuradukkan dengan kepentingan politik. "Penonaktifan itu sikap politis," tegasnya.

Kemendagri juga menyayangkan mudahnya DPRD Surabaya melakukan pemakzulan. Padahal, sikap itu hanya bisa dilakukan jika wali kota melakukan kesalahan fatal yang merujuk pada tindakan kriminal.

Jika semudah itu legislatif melakukan pemberhentian, maka stabilitas politik di daerah maupun negara tidak akan pernah terwujud. "Karena itu, kami sudah melakukan kontak dengan Gubernur Jatim untuk melakukan mediasi," terangnya.

Mediasi yang diminta tentu bukan pertemuan biasa. Agar kedua belah pihak yakni eksekutif dan lefislatif mau datang, gubernur akan dibekali perintah resmi termasuk arahan Mendagri.

Dalam mediasi itu, Mandagri meminta gubernur untuk menekankan fungsi DPRD termasuk tata cara mengatasi sebuah masalah. Khususnya fungsi korektif anggota dewan yang tidak boleh lagi dicampuradukkan dengan politik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement