Jumat 19 Nov 2010 12:19 WIB

Bupati Jember Dituntut Tiga Tahun Penjara

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Posisi MZA Djalal semakin tersudut. Setelah resmi dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Bupati Jember oleh Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo, pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (18/11), dengan agenda pembacaan tuntutan, Djalal dituntut tiga tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Djalal diduga melakukan korupsi mesin daur ulang aspal (hot asphalt mixing plant) yang merugikan negara sebesar Rp 495 juta.

Dalam sidang tersebut, JPU Marhayuning Wulan menilai Djalal telah menyalahgunakan wewenang dalam proses penunjukan langsung pengadaan mesin daur ulang aspal saat menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Bina Marga Provinsi Jatim pada 2004 lalu.

Marhayuning, sesuai isi surat tuntutannya menyatakan bahwa dari pemeriksaan berkas dokumen, serta keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang sebelumnya, menguatkan adanya kesalahan prosedur yang dilakukan terdakwa.

Kesalahan itu, kata Marhauning, terkait alasan terdakwa yang menyebut jika hanya terdapat satu agen penjualan mesin dari Korea Selatan, yakni CV Sinar Mas selaku distributor dengan jumlah terbatas, yang nyatanya banyak beredar di pasaran.

Padahal, ungkap Marhayuning, selain Korea Selatan menjelaskan jika masih terdapat produk serupa buatan Jepang dan Jerman di pasaran Indonesia. “Di seluruh Indonesia, mesin tersebut dijual oleh lima perusahaan dari wilayah Surabaya, Cilacap, Semarang dan Jakarta. Sehingga mesin tersebut bukan barang terbatas,” ujarnya membacakan nota tuntutan.

JPU wanita tersebut membandingkan dengan langkah yang ditempuh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang dengan melalui lelang terbuka secara elektronik (e-proc). Hasilnya, terang Marhayuning, mesin daur ulang sampah tersebut didapat dengan harga Rp 900 juta, belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Jika mengacu hal itu maka proses penunjukan langsung yang dilakukan terdakwa secara terang merugikan negara sekitar Rp 459 juta,” sebut Marhayuning.

Berpatokan fakta itu, Marhayuning mengakui dalam dakwaan primer, terdakwa tak terbukti bersama-sama melakukan korupsi, sebagaimana disebut Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 21 Tahun 1999, jo UU Nomor. 20 Tahun 2001. Namun, sambungnya, terdakwa terbukti dalam dakwaan sekunder telah menyalahgunaan wewenang dan memperkaya orang lain atau kelompok sesuai Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Karena dakwaan itu, lanjut Marhayuning, terdakwa dituntut hukuman tiga tahun penjara, dan wajib membayar uang ganti rugi senilai Rp 50 juta, dengan subsider satu bulan penjara. “Terdakwa juga wajib mengembalikan uang sebanyak kerugian negara sebanyak Rp 459 juta. Jika tidak mampu mengembalikan, maka aset terdakwa akan dilelang, untuk mengganti kerugian negara,” imbuh JPU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement