Selasa 10 Aug 2010 08:34 WIB

Dengan Satu Kaki Menafkahi Enam Anak

Rep: mg03/ Red: irf
ilustrasi
Foto: Edwin/Republika
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Jika kita berjalan di sekitar mal bernama City of Tomorrow (Cito) Surabaya, dari pukul 09.00 WIB hingga 12.00 WIB, kemungkinan besar kita akan bertemu dengan bapak paruh baya bernama Presli Sinaga (45 tahun). Pria yang biasa disapa Pak Sinaga ini bekerja sebagai tukang tambal ban keliling.

Ia merantau ke Surabaya dari tanah Batak, Sumatera Utara, enam tahun silam. Awalnya berniat untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Pekerjaan yang tak tentu di Sumatera membuatnya nekad berlayar ke Kota Pahlawan.

"Saya datang sendiri untuk ikut bantu tambal ban yang ada kompresornya milik bos saya. Itu lebih baik dari pada bingung di Sumatera tak tentu kerja," terang dia. Pak Sinaga akhirnya ikut memboyong keluarganya delapan bulan setelah ia menginjakkan kaki di Surabaya. Waktu itu ia merasa penghasilannya cukup, sehingga berani mengajak keluarganya.

Namun nahas, setelah dua tahun bekerja di kompresor, ia mengalami kecelakaan. Kaki kanannya remuk dan harus menjalani operasi. Usai operasi, kaki kanannya tidak bisa ditekuk sehingga membuatnya sulit untuk berjalan. Akhirnya ia berhenti dari pekerjaannya.

"Pastinya saya sangat terpukul setelah kecelakaan itu. Bingung harus cari uang dengan cara apa, sebab anak-anak masih kecil dan harus sekolah. Namun, akhirnya saya berpikir dan menjadi tukang tambal ban keliling saja," cerita bapak enam anak ini.

Sikap pantang menyerahnya membuahkan hasil. Ia mengaku selalu mensyukuri apa yang didapatkannya. Kini Pak Sinaga telah dapat menyekolahkan semua anaknya. Anak sulung lulus SMK, anak keduanya kelas 2 SMK, dan anak ketiganya kelas 2 SMP. Sedangkan tiga anaknya yang lain masing-masing duduk di bangku kelas 4 SD, 2 SD, dan TK.

"Pokoknya kalau dibilang cukup atau enggak cukup, ya dicukup-cukupkan penghasilan yang didapat. Yang penting saya bersyukur bisa menyekolahkan anak-anak," katanya saat ditanya penghasilannya.

Ia mengaku biasanya berkeliling dari Terminal Bungurasih hingga Bundaran Waru, dengan berangkat dari rumah pukul 06.00 WIB hingga pulang sekitar pukul 23.00 WIB. Di siang hari ia sempatkan untuk pulang ke rumah kontrakannya di daerah Bungurasih, untuk makan siang. Kemudian ia kembali lagi keliling dengan mengayuh sepeda kecilnya.

Meskipun ia sendiri merasa sebagai orang kecil, namun peduli dengan nasib sesama orang kecil. Ia sering merasa iba bila melihat pedagang kaki lima diobarak-abrik Satpol PP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement