Rabu 16 Feb 2011 19:07 WIB

Indonesia Lemah dalam Ilmu Kebencanaan

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA - Indonesia masih lemah dalam ilmu dan teknologi kebencanaan. Meskipun, banyak perguruan tinggi di Indonesia telah membuka studi manajemen kebencanaan.

"Padahal, pengusaaan ilmu dan teknologi di bidang kebencanaan sangat penting," kata Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Syukyar, pada lokakarya pengurangan risiko bencana di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (16/2).

Syukyar memberikan contohnya. Untuk alat deteksi tsunami, pihaknya menggunakan alat buatan Jerman. Ketika alat tersebut rusak, tidak ada satu pun ahli dari Indonesia yang bisa memperbaikinya. "Kami terpaksa mengundang orang Jerman untuk memperbaiki alat tersebut. Saat ini terdapat tiga negara di dunia yang fokus pada penelitian kegunungapian, yakni Amerika Serikat, Jepang, dan Prancis," katanya.

Wakil Rektor UGM Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha, Toni Atyanto Dharoko, mengatakan bahwa UGM ingin mencetak banyak pakar di bidang kegunungapian. Karena itu, pihaknya terus mendorong para ilmuwannya untuk menghasilkan berbagai penelitian di bidang tersebut.

"Mereka diminta tidak hanya meneliti fenomena letusan gunung api dan teknologinya, tetapi juga terkait dengan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat yang tinggal di sekitar lereng gunung api," katanya.

UGM akan menggandeng lembaga seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPTTK). "Kami ingin membuat kelompok kerja dalam pengembangan ilmu dan teknologi di bidang kegunungapian untuk menyikapi bencana gunung api," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement