Sabtu 06 Nov 2010 19:24 WIB

Ternyata, Letusan Gunung Berapi Tingkatkan Hujan di Asia Tenggara

REPUBLIKA.CO.ID,SINGAPURA--Para ilmuwan mempelajari lingkaran pada pohon untuk memperagakan ulang masa lalu bahwa sebagian besar letusan vulkanik dapat meningkatkan curah hujan di Asia Tenggara sehingga menantang persepsi umum bahwa gunung berapi sebagai bencana penghancuran. Sejumlah penelitian pada masa lalu telah memperlihatkan letusan dahsyat yang dialami oleh Gunung Tambora pada 1815 dan Krakatau pada 1883, yang keduanya berada di Indonesia, menurunkan suhu udara dunia dan melenyapkan pepohonan.

Para peneliti di Pusat Pengamatan Bumi Lamont-Doherty di Universitas Columbia di Amerika Serikat ingin meneliti beberapa dampak pada musim di Asia karena hujan merupakan hal yang penting bagi tumbuhan dan kehidupan miliaran manusia. Upaya tunggal untuk mengetahuinya adalah dengan merunut ke masa lalu. Mereka mempelajari pertumbuhan lingkaran dari pepohonan yang umurnya telah beberapa abad dari sekitar 300 kawasan di penjuru Asia, demikian menurut sebuah penelitian yang disiarkan oleh edisi jurnal Geophysical Research Letters di dalam jaringan.

Mereka meneliti sejumlah dampak pada curah hujan dari kebanyakan 54 letusan pada 800 tahun lalu dengan mengukur pengaruh pertumbuhan pepohonan. Pertumbuhan lingkaran yang kecil dan tipis menunjukkan curah hujan yang kecil dan jika hal itu sebaliknya maka menunjukkan curah hujan yang besar.

Lingkaran pohon menunjukkan di kawasan besar China selatan, Mongolia, dan daerah sekitarnya secara tetap masih kering dalam satu atau dua tahun setelah letusan besar gunung berapi, sementara daratan Asia Tenggara mendapatkan curah hujan lebih banyak.

Letusan gunung berapi menyebarkan kandungan belerang yang berubah menjadi partikel sulfat mikroskopis di atmosfir yang tinggi sehingga membiaskan cahaya matahari mempengaruhi pendinginan suhu udara di bumi dapat bertahan selama beberapa bulan ataupun tahun. Penyiaran penelitian tersebut hadir di saat serangkaian letusan gunung Merapi di Pulau Jawa, Indonesia, meletus kembali pada Jumat dengan jumlah korban hampir mencapai 100 orang.

Letusan tersebut, walaupun besar, belum dapat mempengaruhi suhu dunia, ujar sebuah keterangan media penelitian tersebut.

Para peneliti yang diketuai oleh Kevin Anchukaitis dari badan pengamatan mengatakan, penelitian mereka tidak menilai kaitan erat antara atmosfir serta samudera dan juga tantangan peraga iklim yang ada."Kebanyakan peraga iklim yang ada menggabungkan gejala alam yang dikenal, seperti perubahan pada matahari dan atmosfir, telah memperkirakan bahwa letusan vulkanik dapat mengganggu musim dengan mengurangi jumlah curah hujan ke Asia Tenggara," ujarnya.

Sejumlah temuan, kata para peneliti, dapat membantu memperbaiki beberapa peraga berikutnya yang digunakan oleh para ilmuwan yang mencoba memahami beberapa dampak global dari perubahan iklim dan pengaruh besar lainnya. Sebagai contoh, mereka menjelaskan bahwa mungkin terdapat kaitan erat antara dampak letusan dan fenomena cuaca El Nino serta La Nina yang memicu kemarau atau banjir di beberapa bagian Asia dan Australia.

Peristiwa cuaca El Nino atau La Nina yang kuat dapat menangkal dampak letusan, mengurangi pengeringannya dan memberikan efek yang melembabkan atau sebaliknya, yang dalam kondisi tertentu, hal itu dapat memperburuk dampak yang menimbulkan bencana banjir atau kemarau yang parah.

Para ilmuwan juga mengatakan bahwa penelitian mereka berguna sebagai peringatan atas kemungkinan dampak yang tidak disengaja mengenai rencana besar "perbaikan bumi" untuk mengurangi perubahan iklim, dengan membangun gunung berapi buatan yang bertujuan untuk mendinginkan suhu dengan memompa partikel sulfat ke atmosfir tertinggi.

sumber : ant/reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement